Wisata Sarongge
Bus yang membawa saya dan 35
teman-teman satu kantor, sekitar pukul 2 sore, sampai di bumi
Sarongge, setelah melalui 2 jam perjalanan dari Jakarta. Ini adalah kali kedua saya bertandang di kawasan dingin ini, sejak 5
tahun lalu.
Sarongge adalah salah satu desa wisata di kawasan Cianjur, Jawa Barat. Ada banyak hal yang bisa ditemui di desa ini. Mulai dari perkebunan organik, peternakan, hutan yang masih terjaga, ada area camping ground, radio komunitas yang menyuarakan aktivitas dan kabar warga, hingga kegiatan ibu-ibu yang mengelola bank sampah dan membuat barang barang daur ulang. Itulah alasannya, mengapa perusahaan tempat saya bekerja, memilih desa ini untuk dijadikan tujuan refresing saat week end, Jum’at dan Sabtu ( 6 dan 7 Maret 2015) lalu.
Sarongge adalah salah satu desa wisata di kawasan Cianjur, Jawa Barat. Ada banyak hal yang bisa ditemui di desa ini. Mulai dari perkebunan organik, peternakan, hutan yang masih terjaga, ada area camping ground, radio komunitas yang menyuarakan aktivitas dan kabar warga, hingga kegiatan ibu-ibu yang mengelola bank sampah dan membuat barang barang daur ulang. Itulah alasannya, mengapa perusahaan tempat saya bekerja, memilih desa ini untuk dijadikan tujuan refresing saat week end, Jum’at dan Sabtu ( 6 dan 7 Maret 2015) lalu.
Setelah turun dari bis, kami
langsung menuju bangunan mewah dengan desain pilar yang berbentuk daun
hijau. Mencolok dan ngejreng. Sarongge Valley atau Wisma Sarongge, namanya.
Hidangan teh panas menyambut kami saat memasuki tempat ini. Gedung ini baru
saja selesai dibangun. Cat dan keramik lantainya pun masih perawan. Bangunan
ini memang diperuntukkan sebagai tempat istirahat atau menginap bagi
tamu atau wisatawan yang berkunjung. Bisa disebut, gedung ini penanda
gerbangnya Sarongge.
Di samping gedung, hamparan
kebun teh hijau terpampang elok dimata. Untuk saya dan teman-teman yang jarang
menikmati hijaunya kebun teh, aih, ini sungguh pemandangan surga. Nikmatnya
menyeruput teh hangat sambil disuguhi pemandangan hijau, tak disia-siakan oleh
beberapa orang teman. Mereka asik duduk bersila beralas rumput disamping
kebun teh. Udara dingin tak mereka hiraukan, karena pemandangan ini tak
akan dijumpai di perkotaan, macam Jakarta.
![]() |
Yuhu, asiknya bersantai dengan hamparan kebun teh |
Namun, kami tak menginap di
tempat ini, walaupun kasurnya empuk dan udaranya adem. Tujuan kami datang ke
Sarongge, tak sekedar wisata. Ditempat ini, kami akan berkemah, menanam
pohon, menjelajah hutan, mengenal wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP), melatih diri mencintai alam, memetik pelajaran dari aktivitas warga
sekitar, bahkan lebih dari itu.....
![]() |
Sarongge Valley dari samping. Keren ya bangunannya. |
30 menit nangkring di Sarongge
Valley, sudah cukuplah untuk melepaskan sedikit penat. Dua mobil pick sudah menjemput kami untuk menuju ke lokasi selanjutnya. Ow..ow….serunya naik pick up
desak-desakan dengan jalan yang rusak alias bolong–blong. Pantat pun mesti
menahan ngilu saat mobil melewati lubang. Tapi seru!
15 menit perjalanan, kami sampai di Saung Sarongge. Ya, Saung Sarongge, bukan Sarongge Valley, namanya mirip sih, hehehe.. Kalau Sarongge Valley bangunannya gedung beton, nah kalau di tempat ini, bangunannya kayu. Saung ini bisa berdiri tegak sejak 2 tahun lalu dan menjadi tempat aktivitas atau berkumpulnya warga, berkat dana bantuan Presiden SBY. Beliau pernah berkunjung ke tempat ini pada Desember 2012 lalu. Terimakasih ya, Pak....
![]() |
Begini posisi di atas pick up, hehehe |
15 menit perjalanan, kami sampai di Saung Sarongge. Ya, Saung Sarongge, bukan Sarongge Valley, namanya mirip sih, hehehe.. Kalau Sarongge Valley bangunannya gedung beton, nah kalau di tempat ini, bangunannya kayu. Saung ini bisa berdiri tegak sejak 2 tahun lalu dan menjadi tempat aktivitas atau berkumpulnya warga, berkat dana bantuan Presiden SBY. Beliau pernah berkunjung ke tempat ini pada Desember 2012 lalu. Terimakasih ya, Pak....
Nah, di saung inilah
tempat ibu-ibu, bapak-bapak dan pemuda Sarongge melakukan kegiatan atau edukasi
yang berbau sosial dan lingkungan, seperti yang saya katakan tadi. Di tempat ini pula,
mereka membuat sabun sereh, tas daur plastik bekas kemasan, asbak dan
celengan dari batok kelapa, bros dari carik kain perca, dan lain-lain. Di saung
ini juga disediakan tempat tidur bagi warga yang ingin menginap.
Tapi, kami cuma sebentar ngetem
di saung yang luas ini. Hanya sekedar bertemu dengan teman-teman dari bis yang
berbeda, yang sudah dulu sampai lebih cepat di Sarongge, untuk berbarengan
pergi ke perkemahan di hutan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.
Menuju Camping Ground
Menuju ke lokasi camping ground atau perkemahan, diperlukan
tenaga dan kekuatan kaki yang extra. Karena jalan yang kami lalui menanjak,
terjal, berbatu, curam, cadas. Yach, namanya juga mau ke bukit. Buat
yang terbiasa olah raga sih, mungkin enteng saja ya, tapi buat saya, alamak,
ngos-ngosan sepanjang jalan. Kata kata ringaian “Oh My God” dan “ Oh
Dear”, saya lontarkan saat terasa capek yang berlebihan akibat jalan yang
begitu menanjak.. Hadeeh, kentara bingit deh jarang olah tubuh, hihihihi
Tapi untunglah, penanjakan itu dihiasi dengan hamparan sawah yang hijau. Sayur kol dan daun bawang yang tengah merekah. Petani yang asik menyirami tanamannya, ada pula yang tengah menggemburkan tanah, serta anak-anak kecil yang tengah bermain dipinggir rumah mereka di antara sayur kol yang menunggu panen.
Area persawahan yang berundak-udak pun seolah menjadi lukisan alam saat itu. Mayoritas mata pencaharian penduduk di tempat ini, bertani. Tak heran, kiri kanan kami dikepung pertanian yang kelak hasilnya akan sampai ke meja makan.
Kami mulai menanjak, ini tanjakan sesi ke dua lho, hadeeh... |
Area persawahan yang berundak-udak pun seolah menjadi lukisan alam saat itu. Mayoritas mata pencaharian penduduk di tempat ini, bertani. Tak heran, kiri kanan kami dikepung pertanian yang kelak hasilnya akan sampai ke meja makan.
![]() |
Ini juga pemandangan yang kami lihat saat menanjaki jalan. Senangnya adik-adik ini bermain |
![]() |
Melewati pertanian, udah ngos ngosan nih, |
Dengan penuh perjuangan berat
oh sungguh berat, menapaki jarak sekitar 3 km dari Saung Sarongge, ah..akhirnya
sampai juga di area perkemahan Hutan Sahabat Green. Nah, sudah kelihatan, kan ya, papan ucapan selamat datangnya, hehehe
Lega rasanya ketika
melihat 8 tenda kecil dan 3 tenda besar sudah terpasang dengan cantiknya.
Di tempat inilah saya dan rombongan akan bermalam menikmati alam sarongge
dan merajut kebersamaan. Teh sereh khas sarongge dan makan siang dengan lauk
ala kampung, sudah disiapkan oleh ibu-ibu yang tinggal di sana. Saya pun segera
menghampiri dapur kecil berdinding anyaman bambu, untuk mengambil sajian hangat
itu dan membawanya ke tengah area camping ground. Ah, nikmat sekali rasa
teh sereh itu, rasanya seperti wedang jahe, pedas-pedas manis. Apalagi
menikmatinya di alam terbuka yang berkabut, sambil menanti senja. Oh...
Yey, sampai ! |
![]() |
Ini gerbang camping groundnya.. |
![]() |
Suasana saat baru sampai di camping ground, masih pada capek, ya? |
Sementara, teman-teman yang lain ada yang sibuk mengambil foto dan video, ada yang duduk santai
menikmati lokasi camping ground, ada yang asik dengan gadgetnya sendiri, mengambil foto, ngobrol, bergitar dan
bernyanyi, eh, ada pula yang langsung ngetem dalam tendanya. Saya pun ikut bergabung.
![]() |
Ehem, ada pula yang langsung on cam, buat dokumentasi kantor. |
Tak lama....
Aada yang mengeluarkan kue, bolu dan cemilan lainnya yang dibawa dari Jakarta. Yuhuu, normal rasanya kalau pada saling berebutan ya,..du..du..du..pada laper ya..hehehe.
![]() |
Hayooo...kue..kue..dipilh..dipilih... |
Langit semakin senja, semakin
dingin. Namun tubuh saya rasanya perlu di guyur air. Olahraga secara alami
tadi, telah menghasilkan keringat yang membasahi baju saya. Rambut ikal
mayang saya pun kuncup, seperti habis kecebur, hahaha..
Mandi?
Kagak!
Mandi ?
Kagak!
Ragu !
Bimbang!
Mau mandi, dinginnya ampun deh. Tapi kalau gak mandi gerah dan lengket. Akhirnya, saya memilih mandi. Kamar mandinya berdinding anyaman bambu. Ada kok toiletnya. Meski embernya kecil, untunglah airnya lancar. Tapi, kudu antri ! Karena, jam–jam itu memang waktunya mandi dan bersih-bersih. Sekitar 10-15 menit menunggu, tibalah giliran saya.
Kagak!
Mandi ?
Kagak!
Ragu !
Bimbang!
Mau mandi, dinginnya ampun deh. Tapi kalau gak mandi gerah dan lengket. Akhirnya, saya memilih mandi. Kamar mandinya berdinding anyaman bambu. Ada kok toiletnya. Meski embernya kecil, untunglah airnya lancar. Tapi, kudu antri ! Karena, jam–jam itu memang waktunya mandi dan bersih-bersih. Sekitar 10-15 menit menunggu, tibalah giliran saya.
Ketika menyentuh air yang
tertampung di embernya, berrrrr....haduuuhh...dinginnya. Ketika air itu membasahi
kepala saya, beuh, kayak batu es bro, serasa ikut ice bucket challenge (mandi batu es). Tapi,
mau gak mau, keramas dan mandi harus tetap dilanjutkan, biar tubuh
bongsor saya ngerasa nyaman.
Dua teman yang satu tenda
dengan saya, Wydia dan Fitri, memilih tidak mandi, karena gak kuat dingin.
“Ntar masuk angin”, begitu kata mereka. Ya, saya juga sebenarnya
gak kuat sih dingin, tapi ya terpaksa, karena tubuh yang begitu peluh.
Malam di Sarongge
Malam yang ditunggu, tiba. Ini
kali kedua saya bermalam di sarongge, juga bersama dengan teman-teman kantor.
Hanya saja, kali ini orang-orangnya sedikit berbeda, hehehe. Api unggun, selalu hadir jika
menginap di sini. Selain menghangatkan, juga memberi penerangan. Kelinci pun
dieksekusi menjadi sate. Lezat. Bumbunya nampol.
Sekitar jam 7.30 malam, kami
berkumpul melingkari api unggun. Bercanda, bermain games dan sedikit
membicarakan soal kantor. Ah, serunya. Jarang-jarang becanda sama teman-teman
kantor dalam formasi yang lumayan lengkap. Berasa jadi satu keluarga malam itu.
Saya sendiri, beberapa kali pindah posisi, dari yang dekat dengan api unggun,
lantas kepanasan, trus pindah menjauh, tapi jadi kedinginan, trus mendekati
api unggun lagi, hadeeh. Serba salah deh.
Malam
itu, adalah malam terang bulan, lho, alias bulan purnama. Yuhu, menikmati terang
bulan saat sedang berada di atas bukit dan hutan, itu mah
sesuatu bingitss..
Puas menikmati kebersamaan, sekitar pukul 9 malam, saya dan Wydia, masuk tenda, bersiap tidur. Selain capek, gak kuat euy begadang di tengah cuaca yang begitu menusuk kalbu. Sedangkan teman-teman lain, masih melanjutkan cengkrama, bahkan ada yang lanjut begadang sambil memainkan gitar sembari sumbang suara.
Puas menikmati kebersamaan, sekitar pukul 9 malam, saya dan Wydia, masuk tenda, bersiap tidur. Selain capek, gak kuat euy begadang di tengah cuaca yang begitu menusuk kalbu. Sedangkan teman-teman lain, masih melanjutkan cengkrama, bahkan ada yang lanjut begadang sambil memainkan gitar sembari sumbang suara.
Sejujurnya, di dalam tenda saya
tak bisa tidur nyenyak, cuma merem melek. Selain suara brisik karena
suara teman-teman yang begitu kencangnya bernyayi, cuaca pun sangatlah dingin.
Padahal baju kaos saya dilapisi dua jaket tebal, plus sleeping bed dari
fasilitas camping ground. Tapi, tetap saja angin itu menembus kulit, jadinya
susah tidur… Oh…lagi di bukit bro, gimana gak dingin coba. Ya untunglah masih
bisa tertidur, walau sebentar..:)
Pagi dan trekking di sarongge
Jam 5.30 pagi, sayup-sayup
terdengar suara orang ngobrol di seberang tenda, bersaing dengan suara gerimis
yang datang. Pagi itu, saya masih berada di area perkemahan hutan Sarongge.
Ah, kebayang dunk, pagi itu identik dengan dingin, berada ditempat dingin pula, eh diguyur hujan, ya berdobel-dobellah dinginnya. Jaket tebal dua lapis yang saya pakai, seolah tak ada artinya. Brrr…
Ah, kebayang dunk, pagi itu identik dengan dingin, berada ditempat dingin pula, eh diguyur hujan, ya berdobel-dobellah dinginnya. Jaket tebal dua lapis yang saya pakai, seolah tak ada artinya. Brrr…
Hujan berhenti sejenak, tak
lama muncul lagi, begitu seterusnya. Walhasil, baru sekitar jam 7 pagi,
satu persatu teman-teman muncul dari tenda dan bercengkrama dengan yang lain.
Saya sendiri, jam 8 pagi baru nongol dari tenda, hihihi. Usai membasuh muka, kaki
ini langsung saja tancap gas menuju lokasi sajian sarapan. Sebagian besar
teman-teman menyantap sarapan nasi goreng dan telur dadar di dalam saung di
area camping , yang lain lagi duduk cantik di kursi bambu yang ada di
tengah area.
Sekitar pukul 9 pagi, kami
semua berkumpul untuk brefing acara selanjutnya. Apa tuh..? Hmmm, gak seru kali
ya, kalau sudah jauh-jauh datang ke Taman Nasional, eh gak ngapa-ngapain. Jadi,
ritual wajib yang selalu kami lakukan jika ketempat ini adalah treking. Ada dua
pilihan kelompok treking. Kelompok pertama, tujuannya menikmati air terjun
Ciheulang, kelompok kedua menuju hutan primer Sarongge. Masing–masing tujuan,
sama-sama membawa bibit pohon untuk ditanam. Ada sekitar 100 bibit pohon yang
kami bawa hari itu. Semua akan ditanam saat kami melintasi area yang
“kosong”. Saya sendiri memilih kelompok menuju hutan primer, karena jaraknya tak
terlalu jauh, meski memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan bolak balik. Berarti
jauh juga kan ya..?hahaha..
Tapi, treking menuju air terjun
lebih jauh lagi dengan medan yang menanjak dan menukik menurun. Setidaknya itu
informasi yang saya dapatkan dari temen-teman yang sudah pernah melintasi area
tersebut. Hadeuh, daku tak sanggup. Kaki jenjang ini masih capek gegara
menanjaki kaki bukit dari perjalanan kemarin, lah, mosok mesti ngerasain
lagi..? :P
Menanam Investasi untuk bumi.
Setelah persiapan oke, saya
bersama 15 orang teman, dua orang adik manis dari Dinas Kehutanan
Cianjur, dan dua bapak pemandu dari TNGGP, siap berangkat. Eh, ada pula empat
teman-teman dari TV Al Jazeera yang ikut meliput kegiatan kami, lho. Kebayang
dong beratnya beban sang kameramen TV, sudah jalannya nanjak, licin, bawa
kamera yang berat pula...
Amboi, baru saja memulai
perjalanan, tanjakan setapak yang cukup tinggi sudah menyambut kami. Ya,
itulah jalan yang mesti kami jelajah. Kondisi seperti itu, kami lalui sepanjang
perjalanan, hanya beberapa kali saja ketiban jalan yang landai, habis itu
menanjak lagi, meski kali ini tanjakannya tak separah saat menuju camping
ground, sehari sebelumnya.
![]() |
Menuju hutan untuk menanam pohon |
Mainkan tongsismu, tongsis bambu, hahahah |
Saat sudah seperempat perjalanan, kami berhenti sebentar untuk menanam pohon. Salah satu bibit pohon yang kami bawa adalah pohon rasamala. Nah, karena bibit pohonnya banyak, sedangkan orangnya terbatas, jadi satu orang kebagian menanam 3 sampai 6 pohon. Alhamdullilah, kami turut berpartisipasi menabung pohon untuk bumi dan investasi masa depan.
Taman
Nasional Gunung Gede kini memiliki sekitar 8 hektar pohon baru. Ini adalah
hasil dari adopsi pohon, kerjasama Green Radio (yang sekarang bergabung bersama KBR) dengan Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP). Adopsi pohon ini sejak awal memang dimaksudkan untuk
merehabilitasi areal taman nasional yang terlanjur menjadi kebun sayur. Sebagai
taman nasional, maka seharusnya areal tersebut dipenuhi aneka ragam tanaman
sehingga menjadi hutan primer. Dalam enam tahun ini, ada 38 hektar area yang berhasil ditanami dengan pohon endemic,
hasil dari adopsi sekitar 800 orang.
Usai menanam pohon, perjalanan menuju hutan primer, dilanjutkan. Nah, kira-kira 100 meter dari tempat kami menanam investasi untuk bumi, eh, bertemu buah beri-beri. Ada yang tau buah ini…?
![]() |
Cantiknya buah beri beri |
![]() |
Yey, serunya bisa memetik beri beri.. |
Puas mengerubungi buah beri beri, perjalanan dilanjutkan kembali. Sesi foto-foto di sepanjang perjalanan, tetap dilakukan oleh pasukan kami. Meski capek, narsis jalan terus, bro, hahaha….
![]() |
Jalannya emang setapak dan sejalur, jadi posisi kitapun berurutan segaris, hehehe |
![]() |
Biar sempit-sempitan dijalan, tetep eksis ya..hihi |
Sampai juga di hutan primer Sarongge
Auw, sampai juga ke hutan. Ini juga kali kedua saya
memasuki hutan Sarongge. Kangen dengan kanopi, daun-daun kering yang jatuh
berserakan, suara-suara jangkrik, dan libasan kadal yang bersembunyi. Dulu, saya pikir hutan itu menyeramkan, eh ternyata, hutan itu sahabat, tak ada yang ditakutkan, tak ada pula hewan yang menyerang kami. Semuanya menyenangkan.
Yuk, pose sama-sama dalam hutan..:) |
![]() |
Di Pohon Ki Hujan. |
"Namanya pohon Ki Hujan, usianya sudah 200-250 tahun. Ini adalah
salah satu pohon yang paling tua di hutan Sarongge. Dengan diameter pohon yang
luar biasa, diperlukan 8 orang dewasa untuk memeluknya," papar Pak Sofyan.
Kami pun membuktikannya. Kami
mengelilinginya dengan bergandengan tangan berantai satu sama lain, sembari
teriak lantang “satu..dua..tiga..empat.. hingga sepuluuuhhh..."
Yey, ternyata kudu 10 orang yang harus memeluknya, bukan 8 orang, saking besar diameternya. Ah, senang rasanya bermain edukasi di dalam hutan, games yang berilmu.
Ki Hujan, hanya berbunga sekali dalam waktu setahun yaitu di bulan Oktober. Pohon Ki Hujan juga jadi tempat burung bersarang dengan nyaman.
Yey, ternyata kudu 10 orang yang harus memeluknya, bukan 8 orang, saking besar diameternya. Ah, senang rasanya bermain edukasi di dalam hutan, games yang berilmu.
Ki Hujan, hanya berbunga sekali dalam waktu setahun yaitu di bulan Oktober. Pohon Ki Hujan juga jadi tempat burung bersarang dengan nyaman.
Sekitar 15 menit meninggalkan Ki Hujan, hujan dengan intensitas sedang membasahi kami. Jaket hujan yang dibawa pun segera dipasang. Beberapa teman malah tak memakainya, tanggung kali ye, udah kadung basah-basahan, hehehe. Untunglah hujannya tak terlalu membuat tubuh kami basah kuyup, karena terhalau kanopi (daun pohon yang lebat). Tapi, jalan yang kami lalui jadi licin…cin..cin..
Di dalam hutan, kami menemukan
bebungaan dan tumbuhan yang buah atau batangnya bisa dimakan. Seperti cecenet dan
begonia. Begonia ini bisa menghilangkan rasa haus, pusing dll. Yang dikonsumsi
adalah batangnya, lho. Tinggal dikupas aja kulit yang menyelimuti batangnya,
trus dihisap atau dikunyah. Rasanya asam. Ada beberapa tumbuhan atau bunga
obat lain lagi yang kami temui, lupa euy namanya :)
Tapi, kami juga menemukan
beberapa sampah plastik mi kemasan, du..du..du...masih ada yang buang
sampah di dalam hutan. Kata Pak sofyan, biasanya itu adalah sampah orang-orang
yang berburu, jadi mereka masaknya di dalam hutan. Ooo..gitu ya pak..?
Karena gak mau hutan jadi kotor, kami punguti lo sampahnya, biar hutannya
bersih.
Kurang lebih 1 km
area yang kami lalui di dalam hutan. Meski hujan, kami tetap semangat, kapan
lagi masuk hutan kalau bukan saat itu.
Ouw, semakin kedalam, semakin terasa
oksigen yang luar biasa dan udara yang bersih. Saya baru ngeh, kenapa hutan
disebut sebagai paru-paru dunia, ya, karena oksigennya yang begitu berlimpah.
Tak heran, bagi yang suka menebang hutan, akan dihujat dan di cegah
habis-habisan, karena sama saja dengan mematikan kehidupan alam, hewan
dan manusia. Sungguh kejam!
Oh ya, sepanjang perjalanan, semua ragam aktifitas
kami terus direkam atau disyuting teman-teman TV Al Jazeera. Seru ya, wisata, main games, dapet ilmu, capek capekan, eh,
diliput pula, hihihi. Week end yang menyenangkan.
Nah, karena harus melakukan
pengambilan gambar dengan angle yang sesuai dengan keinginan mereka, jadi
perjalanan kami banyak berhentinya, karena menunggu mereka menyiapkan kamera,
mengatur jarak, memilih angle dan sebagainya. Jadi lama deh. Tapi, ada
hikmahnya juga, sih, dengan banyaknya jeda, kami jadi punya waktu banyak untuk
foto-foto, selfie, dan istirahat yang lumayan untuk mengumpulkan nyawa, hehehe.
Andai perjalanan dilakukan nonstop, gempor juga nih kaki, malah justru berasa gak nikmat.
Keluar dari hutan
Sekitar satu jam lebih menelusuri
hutan, kami pun keluar dari area sejuk itu untuk menuju kembali ke camping
ground. Ouw,
perjalanan menuju ke tempat semula, harus kami lalui dengan turunan setapak
yang licin. Hmmm, perginya nanjak, pulangnya nurun. Nanjak bikin ngos-ngosan,
turun bikin waspada, karena jalannya licin oleh hujan dan curam.
Rute perjalanan pulang dari
hutan, berbeda dengan rute menuju ke hutan. “Biar gak bosan”, begitu
kata Pak Sofyan, guide kami yang sabar dan setia, hehehe.
Kanan kiri kami, dikepung
ilalang dan tetumbuhan. Dalam perjalanan pulang, kami melihat kabut yang sexy,
pohon-pohon yang tinggi dan suasana sepi pastinya. Cuma ada kami disana saat
itu, ya hanya kami.
Nah, karena jalan licin dan
menurun, plus sempit, plus dikelilingi ilalang, walhasil beberapa dari
kami, termasuk saya harus mengalami terpeleset berkali-kali. Pak Sofyan
pun, yang paham dengan medan dan area tersebut, ikut terjengkang saat jalan
menurun, hehehe..
Meski begitu, langkah demi langkah terus kami
ayunkan. Melompati pohon yang tumbang, melangkahi beberapa lubang yang bisa
membuat kami terperosok, waspada dengan jonggol (bongkol kayu yang menancap di
tengah jalan), hingga sedikit bingung harus mencari rute jalan pulang, karena,
kata Pak Sofyan sudah ada beberapa jalur yang ditutup. Jadi, agak sedikit "macet" perjalanan pulangnya.
![]() |
Istirahat dulu bentar, hehehe |
![]() |
Biar capek, gaya wajib ya hihi |
Tapi ternyata, masih butuh perjuangan sodara-sodara, kami harus melalui turunan tajam dan melewati sungai. Jembatan bambu tempat kami melintasi sungai pun sudah sekarat dan tak terawat.
Untuk melewatinya, haruslah satu persatu, takut roboh kalau berbarengan. Meski deg-degan saat menginjak jembatan sepanjang 10 meter itu, untunglah kami semua selamat…
Tiba kembali di Lokasi Camping Ground
Woh, usai melewati sungai,
menaiki tanah berundak, ah..akhirnya sampai kembali ke area camping ground. Legaaaaaa
bingit, serasa lulus ujian, hahahha.
Satu jam perjalanan pergi, satu jam pula perjalanan pulang, plus dihitung waktu saat berhenti dan ngetem di hutan, trus berhenti karena syuting TV Al Jazeera dan berhenti saat menanam pohon. Jadi, sekitar 3 jam 30 menit waktu yang kami habiskan di alam terbuka yang sejuk, alami dan non polusi itu pastinya. Kebayang bro, kaki gempor rasanya…. (eaaaa, kaki lagi yang dibahas, wkwkwwk)
Satu jam perjalanan pergi, satu jam pula perjalanan pulang, plus dihitung waktu saat berhenti dan ngetem di hutan, trus berhenti karena syuting TV Al Jazeera dan berhenti saat menanam pohon. Jadi, sekitar 3 jam 30 menit waktu yang kami habiskan di alam terbuka yang sejuk, alami dan non polusi itu pastinya. Kebayang bro, kaki gempor rasanya…. (eaaaa, kaki lagi yang dibahas, wkwkwwk)
Untunglah (lagi dan lagi), teh sereh plus sajian
makan siang, sudah tersedia dengan cantiknya di meja dapur camping ground.
Jadi, kami bisa melupakan kecapaian dengan mengganti energi yang sudah banyak
keluar.
Tak lama usai santap siang, hujan kembali turun. Semua kocar kacir masuk ke tenda masing-masing, termasuk saya. Nah, karena berada di dalam tenda, ditemani dengan rasa capek dan dingin, ya, jadi ketiduran lagi deh. Ah, lumayan tidur satu jam, bisa ngumpulin kesegaran.
Turun dari Bukit
Saat jarum jam bergerak ke
angka 4 sore, kami pun turun. Perjalanan pulang, dilalui dengan turunan dan
jalan yang licin. Benar-benar harus waspada dan membuat kuda–kuda. Meski
turunan, tetap capek, lho. Tapi, rasa capek tadi dihibur dengan hamparan sawah
yang hijau, pertanian yang berundak, sayur-sayur yang merekah, udara yang
berkabut, dan oksigen yang bersih. Syahdu !
![]() |
Kami melewati pertanian kol dan daun bawang.. |
![]() |
Jalan beriringan, awas kepeleset ya, hehehe |
Sampai di perbatasan dengan rumah warga, hujan turun deras. Untunglah, mobil pick up sudah siap mengantar kami kembali menuju Saung Sarongge. Alhamdullilah, kali ini saya kebagian duduk di depan, di samping om sopir, jadi tak merasakan pantat yang cenat-cenut saat mobil melintasi jalan yang berlubang..:) Sementara temen-teman yang duduk di bak belakang, harus rela desak-desakah, hujan-hujanan, cenat cenut, dan teriak-teriakan, saat melalui turunan dan jalan yang tak mulus, hihihi...
Di Saung Sarongge
Sekitar satu jam perjalanan dari area perkemahan, sampai jua kami di saung sarongge. Di Saung ini, kami akan rehat sejenak sekaligus santap sore. Ibu-ibu yang memang bertugas mengurusi saung, memamerkan kegiatannya. Ada yang sedang membuat tas dari plastic bekas kemasan, ada yang bikin bros, ada yang membuat sabun sereh, ada pula yang tengah menyiapkan sajian makanan untuk kami.
Untuk kerajinan tangan seperti bros, mereka menjualnya dengan harga yang murah, lho. Satu bros ukuran kecil, cuma dihargai Rp 3000, yang agak besar sedikit Rp 5ooo. Bunga, adalah bentuk bros yang banyak mereka buat. Ada yang terbuat dari kain polos, ada juga dari kain batik. Semuanya dari kain bekas atau kain sisa jahitan yang tak terpakai.
Sekitar satu jam perjalanan dari area perkemahan, sampai jua kami di saung sarongge. Di Saung ini, kami akan rehat sejenak sekaligus santap sore. Ibu-ibu yang memang bertugas mengurusi saung, memamerkan kegiatannya. Ada yang sedang membuat tas dari plastic bekas kemasan, ada yang bikin bros, ada yang membuat sabun sereh, ada pula yang tengah menyiapkan sajian makanan untuk kami.
Untuk kerajinan tangan seperti bros, mereka menjualnya dengan harga yang murah, lho. Satu bros ukuran kecil, cuma dihargai Rp 3000, yang agak besar sedikit Rp 5ooo. Bunga, adalah bentuk bros yang banyak mereka buat. Ada yang terbuat dari kain polos, ada juga dari kain batik. Semuanya dari kain bekas atau kain sisa jahitan yang tak terpakai.
![]() |
Nah, ini 2 bros dari kain perca buatan ibu-ibu Sarongge, yang saya beli. Cantik, kan? |
Sementara ibu-ibu Sarongge beraktifitas, teman-teman yang
lain ada yang sibuk berebut colokan hp, ada yang antri di kamar mandi, ada
pula yang langsung selonjoran mencari posisi uenak, hahahha
Usai sedikit berbenah dan
istirahat, beberapa dari kami, ikut belajar membuat anyaman plastik bekas untuk
dijadikan tas, karpet dan lain lain. Senang rasanya bisa belajar menganyam.
Butuh ketelitian, kerapian dan kesabaran. Ada pula yang membantu membuat bros
dari kain perca warna warni. Dan ada yang ingin tau gimana proses pembuatan
sabun sereh. Ih asiknya… Teman-teman dari TV Al Jazeera pun, masih melanjutkan
liputan kegiatan kami di Saung Sarongge.
Di sebelah saung, ada peternakan domba, lho. Jadi, kalau mau akrab-akraban sama hewan berbulu cantik ini, boleh saja, hehehe
![]() |
Domba-domba lucu |
Jam 6 sore, saatnya kami menginggalkan saung dan segera menuju ke Wisma Sarongge kembali, tempat pertama kami singgah ketika memasuki kawasan adem ini. Kenapa kudu mampir kesini dulu? Karena dua bus besar yang akan membawa kami pulang ke Jakarta, parkirnya di lokasi ini. Jalan yang tak lebar dan rusak untuk menuju camping ground, tak memungkinkan bisa dilalui oleh mobil seukuran bus..
Kami pulang
Ah, cuma sehari semalam di Sarongge, banyak kisah dan keseruan yang didapat, meski harus merelakan badan yang rada remuk namun tak redam. Untunglah besoknya (minggu) hari libur, jadi masih ada waktu untuk leha-leha merenggangkan otot kaki, hehehe..
Oh, dua kali ini saya ke
Sarongge, dua kali juga merasakan kapok saat mengingat betapa capek dan
susahnya melalui jalan yang menanjak. Tapi, dua kali ke Sarongge juga, saya
merasakan nikmat dan kebahagiaan bisa hidup berdampingan dengan alam yang masih
perawan dan sejuk. Tidur di alam, mandi dari air alam, suasana yang masih alami
dan kehidupan warga yang juga masih mengandalkan alam, dengan bertani dan
beternak.
Ah, sampai jumpa Sarongge.
Ah, sampai jumpa Sarongge.
Note : Jika Anda ingin berwisata ke
Sarongge, silahkan hubungi Emma Piper via twitter di @almostsundanese agar mendapat perjelasan soal biaya dan fasilitas.
Fasilitas yang didapat, salah satunya adalah tenda, sleeping bed, api unggun, makan pagi,
siang dan malam. Mobil pick up yang mengantar kami bolak balik dari dan ke area
camping ground, sudah termasuk dalam paket.
![]() |
Ini dia formasi lengkap pasukan yang memilih trekking hutan Sarongge. Gak rugi gabung sama genk ini, rame, kompak dan seruuhh! hahaha |
Kak, gue ninggalin jejak dulu yaaa... Persiapan sekali yang buat postingan... Haha, entar kesini lagi. Capek euy bacanya hahaha...
ReplyDeletePiss.
Btw, sarongge itu di daerah jabar ya. Gue kirain daerah di timur sana dekat ambon manise... Haha
hahhaa, emang panjang ini ceritanya... makanya dibanyakin gambarnya, biar gak bosen... Sarongge deket Jakarta, kok, cuma sekitra 2-3 jam, belum sampe ke Ambon, hehehe...
DeleteMakasih ya Wahyu.. :)
Lapor mbakkk udah kelar bacanya. Gilak marathon, dan efeknya gue pingin kesana. Huehee....
Deletehehehe, ayo Wahyu ke Sarongge, rame-rame ajak teman2, banyak deh pengalaman dan sesuatu hal yang bisa dilihat disana.. :)
Deletekok saya gak diajak ya, hahahaha :)
Deletehayo atuh, gua ajak semua yang ngebaca blog ini, hehehehe
Deletekayaknya seruuu yah...cakep tempatnya..
ReplyDeletehehhe, emang cakep mbak, meski harus merasakan dingiiin dan kaki yang capek bingits tapi setimpal dengan keindahan dan suasana yang di dapat. .:)
Deletejadi mau kesana *nunggu ditraktir hahaha
ReplyDeletesenyum dan canda tawa menghiasi perjalanan gak bakalan berasa capenya.
buset itu pohon ki hujan usinya 200-250 tahun.
hohoho, kalau liburan memang harus pake canda, biar tambah seru, heheh... Iya, itu pohon sudah uzur bingit, peninggalan nenek moyang kita ya.. :)
DeleteDulu pernah ngaudit perusahaan strawberi di desa ini, dan setiap tahun hampir ke puncak ini untuk cek pupuk, stok straberi dan laiinya, eh pulang2 ditawarin gratis strawberi hahaha, langsung disikat deh, sejuk banget disana, tapi kalau pas dini hari brrr dingin banget ya
ReplyDeletewah, sudah sering keluar masuk daerah dingin nih mas Salman ya, hehehe... Apalagi di kasih stroberi gratis pula, enak tuh di jus, hehhe, kami cuma dpt beri beri disini, rasanya gak jauh beda dgn stroberi, hehehe
Deletewahh baru liat berri, di Indo ternyata ada yah?
ReplyDeleteIya, aku juga baru tau dengan buah ini, hehehe
DeleteWeh kayaknya seru juga bisa outbond kayak gitu :-D
ReplyDeleteSeru bingitsss.....hehehe
DeleteSubhanalloh indah banget tempat campingnya jadi pengen :g
ReplyDeletesilahkan dicoba mbak, siapa tau ntar ketagihan hehehe..
DeleteNtar ajakin dong mba :D
Deletehayuukkk...:D
Deletekayaknya "Sarongge" tempat yang seru ya mbak, apalagi kalo ma temen2. pengen juga euyy kesana *mupeng*
ReplyDeleteIya, Astari, tempat ini asyik dan seru, walau belum banyak yang tau, makanya aku tulis artikel ini, ya untuk mempromosikan sarongge , kan kalau banyak wisatawan berkunjung kesana, warga juga kan dapat pemasukan, hehehe
DeleteWah, wisata seru dan bermanfaat ya :))
ReplyDeleteBetul Indi, mau juga..?? :))
DeleteSeru ya kak bisa bercengkrama dengan alam :)
ReplyDeleteYoi, jarang -jarang ya main main di hutan, menyapa pohon dan menanam pohon.. tsaaah...hehehe...
DeleteNgecamp emang selalu seru. Tidur di bawah langit berbintang lebih sesuatu ketimbang tidur di hotel berbintang.
ReplyDeleteNgiler liat buah ceremainya.
Hohoho, bisa aja perumpamannya. .Iya, tidur dibawah langit berbintang lebih maknyus dan bikin hati kedap kedip kayak bintang, loh...heheh...
DeleteBtw, buah ceremai yang Arif bilang, maksudnya buah beri ya..? hehehe
ya ampun mbak aku pikir Sarongge itu di luar pulau jawa :) ternyata masih di jawa barat
ReplyDeleteIya mbak Lidya, di Cianjur, dekat tempat tinggal kitaaahh,hihihi
Deleteluar biasa seru banget, menyatu dengan alam jadi ingat pesan dari Alas purwo
ReplyDelete"Jangan tinggalkan apapun kecuali telapak kaki, alam itu pasrah kepadamu"
Kami memang tak meninggalkan jejak apapun mas, kecuali jejak telapak kaki dan jejak cinta...yuhuu....
Deleteuwaaa seru banget acaranya,jadi kangen camping nih hehhe.
ReplyDeleteini emang camping yang seru, yang bukan camping biasa, hehehe
DeleteKebayang serunya, Mbaaaak.. Trus keliatan kabutnya tebel gitu. Dingin banget pasti ya? Eeeeh.. Ada kambing jugaaa.. Huahahah :D
ReplyDeleteYoi, jarang -jarang ya ngeliat kabut kalau bukan di daerah yang dingin ..:) btw..itu domba lho, Beby....mirip kambingya.. hehehe...
Deletewah aku belum pernah ke kebun teh nih mbak, asik kali ya kesini..pengen deh jadinya...di JawaTimur ada di daerah Batu tapi belum kesampaian pergi kesana :)
ReplyDeleteAku juga baru sekitar 4 kali ini ngeliat kebun teh dari tempat yg berbeda-beda.., aku malah pengen juga mbak ke daerah Batu, hehehe
Deletewaaaw banyakan gituuu yang ikut ,, mau deh .. kalau saya susah kummpulin orang yang mau ikutnya :D ... beriberi enak kayanya :D
ReplyDeleteHahaha, iya..ini mah jumlah separuhnya orang kantor yang ikut.. Kalau camping ,mah, memang harus rame ya, masak camping cuma berdua, ..? Takut dong ntar.., hihiih
Deletekeren mak, perjalanan yang panjang dan melelahkan, namun serunyaaa ruar biasa !
ReplyDeleteBetul mak, perjalanan menanjak yang bikin capai, tapi terobati ketika melihat foto-foto dan keseruannya, hehehe
DeleteWuih serunya, jadi pengen ikutan bu, kalau diajak mah, hehe. ^.^
ReplyDeleteItu lokasi dimana ya?
Lokasinya di desa Sarongge, Cianjur, Jabar, di awal tulisan sudah saya kasih tau tuh, mas, hehehe
Deletepaling tertarik pas metik buah berrynya. Karena rasanya saya belom pernah :)
ReplyDeleteMemetik buah itu kalau dari batangnya, emang sesuatu ya Mak.. Aku juga baru kali ini nemu buah beri, hehehe
Deletepasti serutuh rame-rame gitu :)
ReplyDeletejadi pengen ngumpul2 sama teman :D
waoh...emang seru bingitss mas...hehehe
DeleteBukan hanya tempa nie yang bkin seru mba
ReplyDeletekebersamaan'a juga yang bisa bkin suasana jadi seru
hooh.... semuanya seru...heheh
Deletepohonnya besar amat yaaa mbak
ReplyDeletekalau gak besar, gak bakalan jadi cerita dong, hehehe
Deleteindah banget mbak
ReplyDeleteyoi..indah nan dingin nan sejuk....hehehhe
DeleteDear Mba Eka,
ReplyDeleteMbaakk,, aku tertarik bgt untuk Wisata kesini acara gathering kantor,, Edukasinya ada Funnya ada.. hehe
Contact personnya hanya via twitter y? ada gak mba no tlpnnya?
Terima kasih banyaakkk y mba infonya ^^
Nia geddongie@gmail.com
Hai mbak Nia
DeleteAsik dunk pastinya ke Sarongge,heheh Malah tanggal 29 April 2015 ini, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Iwan Fals, Nugie, Olga Lydia bakalan kasana, untuk acara "Ngaruwat Bumi", sekaligus perayaan hari bumi...hehehe
Ada dong nomor kontaknya..Ntar ya, aku tanyain dulu, ntar ku kabarin ya melalui emailmu..
Tengkyu...
Wah lengkap banget reportasenya. Kelihatan seru, jadi pengen ikutan :D. Makasih udah share :D
ReplyDeleteTengkyu Sistalius, smg ceritanya berguna, dan kamu bisa berkunjung ke sana, hehee ..;))
Deletewih, asiknya wisata sama teman teman mb, hehehe
ReplyDeleteyoi...seru dan bikin bahagia, hihihih
Deletewah seru bingiiit dan aku baru tahu ada tempat ini
ReplyDeleteyoi mbak, wajib dikunjungi itu tempat ini, hehehe
Deletewkwkwk seruuu banget mbak edisi kaki gempornya jugaaa hahaha... keren" euuyyyy... ademnya kerasa sampe sini nih mbak kabut"nya keceehhh....
ReplyDeleteyoi..kaki gempor dihajar dengan pemandangan dan suasana yg adem dan benar benar syahdu..., heheh
DeleteReportase komplit.
ReplyDeleteBerasa ikut memeluk pohon Ki Hujan
Di jamin, betis remuk redam ya, mbak
Aku juga postingan seru, saat berkeliling Pulau Karang, si Pulau tanpa penghuni
Mampir atuh,, seruuu deh ~_*
Iya mbak postinganku ini panjaaaang, soalnya kalau tulisannya mau dipisahin, sayang euy, hihihih, makanya dibanyakin gambarnya,supaya yg baca gak boesen, kekekeke...
DeleteIya, ntar aku mampir...:))
kabutnya...kerasa dinginnya sampek sini, hiii
ReplyDeletehoo..oh....beneran sampe situ dingginnya..?
Deleteoia, ini kunjungan pertama, salam kenal dan ane follow ya mbak
Deleteoke, makasih, salam kenal juga mas..ntar ku follow juga ya..
DeleteWah pada bagus viewnya, jadi pengen kesana klo liburan
ReplyDeleteHarus masuk list nih tempat, buat ntar nanti liburan
ReplyDelete