Menikmati Alam Sarongge, Tak Sekedar Wisata….



Wisata Sarongge

Bus yang membawa saya dan 35 teman-teman satu kantor, sekitar pukul 2 sore, sampai di bumi Sarongge, setelah melalui 2 jam perjalanan dari Jakarta. Ini adalah kali kedua saya bertandang di kawasan dingin ini, sejak 5 tahun lalu. 

Sarongge adalah salah satu desa wisata di kawasan Cianjur, Jawa Barat. Ada banyak hal yang bisa ditemui di desa ini. Mulai dari perkebunan organik, peternakan, hutan yang masih terjaga, ada area camping ground, radio komunitas yang menyuarakan aktivitas dan kabar warga, hingga kegiatan ibu-ibu yang mengelola bank sampah dan membuat barang barang daur ulang. Itulah alasannya, mengapa perusahaan tempat saya bekerja, memilih desa ini untuk dijadikan tujuan refresing saat week end, Jum’at  dan Sabtu ( 6 dan 7 Maret 2015) lalu.  

Serunya di dalam bus..
Setelah turun dari bis, kami langsung menuju bangunan mewah dengan desain pilar  yang berbentuk daun hijau. Mencolok dan ngejreng. Sarongge Valley atau Wisma Sarongge, namanya. Hidangan teh panas menyambut kami saat memasuki tempat ini. Gedung ini baru saja selesai dibangun. Cat dan keramik lantainya pun masih perawan. Bangunan ini  memang diperuntukkan sebagai tempat istirahat atau menginap bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung. Bisa disebut, gedung ini penanda gerbangnya Sarongge.

Ini dia Sarongge Valley .
Di samping gedung, hamparan kebun teh hijau terpampang elok dimata. Untuk saya dan teman-teman yang jarang menikmati hijaunya kebun teh, aih, ini sungguh pemandangan surga. Nikmatnya menyeruput teh hangat sambil disuguhi pemandangan hijau, tak disia-siakan oleh beberapa orang teman.  Mereka asik duduk bersila beralas rumput disamping kebun teh. Udara dingin tak mereka hiraukan, karena pemandangan  ini tak akan dijumpai di perkotaan, macam Jakarta.


 
Yuhu, asiknya bersantai dengan hamparan kebun teh


Mari foto di kebun teh, kok yang difoto gak pose sih, cuma senyum ajah? hehe
Namun, kami tak menginap di tempat ini, walaupun kasurnya empuk dan udaranya adem. Tujuan kami datang ke Sarongge, tak sekedar wisata.  Ditempat ini, kami akan berkemah, menanam pohon, menjelajah hutan, mengenal wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), melatih diri mencintai alam, memetik pelajaran dari aktivitas warga sekitar, bahkan lebih dari itu.....

 
Sarongge Valley dari samping. Keren ya bangunannya.
30 menit nangkring di Sarongge Valley, sudah cukuplah untuk melepaskan sedikit penat. Dua mobil pick sudah menjemput kami untuk menuju ke lokasi selanjutnya. Ow..ow….serunya naik pick up desak-desakan dengan jalan yang rusak alias bolong–blong. Pantat pun mesti menahan ngilu saat mobil melewati lubang. Tapi seru! 

Begini posisi di atas pick up, hehehe


15 menit perjalanan, kami sampai di Saung Sarongge. Ya, Saung Sarongge, bukan Sarongge Valley, namanya mirip sih, hehehe..  Kalau Sarongge Valley bangunannya gedung beton, nah kalau di tempat ini, bangunannya kayu. Saung ini bisa berdiri tegak  sejak 2 tahun lalu dan menjadi tempat aktivitas atau berkumpulnya warga, berkat dana bantuan Presiden SBY. Beliau pernah berkunjung ke tempat ini pada Desember 2012 lalu. Terimakasih ya, Pak....
 
Saat sampai di Saung Sarongge


Nah, di  saung  inilah tempat ibu-ibu, bapak-bapak dan pemuda Sarongge melakukan kegiatan atau edukasi yang berbau sosial dan lingkungan, seperti yang saya katakan tadi. Di tempat ini pula, mereka  membuat sabun sereh, tas daur plastik bekas kemasan, asbak dan celengan dari batok kelapa, bros dari carik kain perca, dan lain-lain. Di saung ini juga disediakan tempat tidur bagi warga yang ingin menginap.

Saung Sarongge

Tapi, kami cuma sebentar ngetem di saung yang luas ini. Hanya sekedar bertemu dengan teman-teman dari bis yang berbeda, yang sudah dulu sampai lebih cepat di Sarongge, untuk berbarengan pergi ke perkemahan di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

 Menuju Camping Ground

Menuju ke lokasi camping ground atau perkemahan, diperlukan tenaga dan kekuatan kaki yang extra. Karena jalan yang kami lalui menanjak, terjal, berbatu, curam, cadas.  Yach, namanya juga mau ke bukit. Buat yang terbiasa olah raga sih, mungkin enteng saja ya, tapi buat saya, alamak, ngos-ngosan sepanjang jalan. Kata kata ringaian  “Oh My God” dan “ Oh Dear”, saya lontarkan saat terasa capek yang berlebihan akibat  jalan yang begitu menanjak.. Hadeeh, kentara bingit deh jarang olah tubuh, hihihihi

Kami mulai menanjak, ini tanjakan sesi ke dua lho, hadeeh...
Tapi untunglah, penanjakan itu dihiasi dengan hamparan sawah yang hijau. Sayur kol dan daun bawang yang tengah merekah. Petani yang asik menyirami tanamannya, ada pula yang tengah menggemburkan tanah, serta  anak-anak kecil yang tengah bermain dipinggir rumah mereka di antara sayur  kol yang menunggu panen.

Area persawahan yang berundak-udak pun seolah menjadi lukisan alam saat itu. Mayoritas mata pencaharian penduduk di tempat ini, bertani. Tak heran, kiri kanan kami dikepung pertanian yang kelak  hasilnya akan sampai ke meja makan. 

Ini juga pemandangan yang kami lihat saat menanjaki jalan. Senangnya adik-adik ini bermain

Melewati pertanian, udah ngos ngosan nih,
Dengan penuh perjuangan berat oh sungguh berat, menapaki jarak sekitar 3 km dari Saung Sarongge, ah..akhirnya  sampai juga di area perkemahan Hutan Sahabat Green.  Nah, sudah kelihatan, kan ya, papan ucapan selamat datangnya, hehehe

Yey, sampai !

Ini gerbang camping groundnya..
Lega rasanya ketika melihat  8 tenda kecil dan 3 tenda besar sudah terpasang dengan cantiknya. Di tempat inilah  saya dan rombongan akan bermalam menikmati alam sarongge dan merajut kebersamaan. Teh sereh khas sarongge dan makan siang dengan lauk ala kampung, sudah disiapkan oleh ibu-ibu yang tinggal di sana. Saya pun segera menghampiri dapur kecil berdinding anyaman bambu, untuk mengambil sajian hangat itu dan membawanya ke tengah area camping ground. Ah, nikmat sekali rasa teh sereh itu, rasanya seperti wedang jahe, pedas-pedas manis. Apalagi menikmatinya di alam terbuka yang berkabut, sambil menanti senja. Oh...

Suasana saat baru sampai di camping ground, masih pada capek, ya?

Sementara, teman-teman yang lain ada yang sibuk mengambil foto dan video, ada yang  duduk santai menikmati lokasi camping ground, ada yang asik dengan gadgetnya sendiri, mengambil foto, ngobrol, bergitar dan bernyanyi, eh, ada pula yang langsung ngetem dalam tendanya.  Saya pun ikut bergabung.

Ehem, ada pula yang langsung on cam, buat dokumentasi kantor.
Mari bernyanyi

Tak lama....
  
Aada yang mengeluarkan kue, bolu dan cemilan lainnya yang dibawa  dari Jakarta.  Yuhuu, normal rasanya kalau  pada saling berebutan ya,..du..du..du..pada laper ya..hehehe.

Hayooo...kue..kue..dipilh..dipilih...
Langit semakin senja, semakin dingin. Namun tubuh saya rasanya perlu di guyur air. Olahraga secara alami tadi, telah menghasilkan keringat yang membasahi baju saya.  Rambut ikal mayang saya pun kuncup,  seperti habis kecebur, hahaha..

Mandi?  
Kagak! 
Mandi ?
Kagak!  
Ragu !
Bimbang! 

Mau mandi, dinginnya ampun deh. Tapi kalau gak mandi gerah dan lengket. Akhirnya, saya memilih mandi. Kamar mandinya berdinding anyaman bambu. Ada kok toiletnya. Meski embernya kecil, untunglah airnya lancar.  Tapi, kudu antri ! Karena, jam–jam itu memang waktunya mandi dan bersih-bersih.  Sekitar 10-15 menit menunggu, tibalah giliran saya. 

Ketika menyentuh air yang tertampung di embernya, berrrrr....haduuuhh...dinginnya. Ketika air itu membasahi kepala saya, beuh, kayak batu es bro, serasa ikut ice bucket challenge (mandi batu es). Tapi, mau gak mau, keramas dan mandi harus tetap dilanjutkan, biar  tubuh bongsor saya ngerasa nyaman. 

Dua teman yang satu tenda dengan saya, Wydia dan Fitri,  memilih tidak mandi, karena gak kuat dingin. “Ntar masuk angin”, begitu kata mereka. Ya,  saya juga sebenarnya gak kuat sih dingin, tapi ya terpaksa, karena tubuh yang begitu peluh.

Begini kamar mandi dan toiletnya.. ;)
Malam di Sarongge

Malam yang ditunggu, tiba. Ini kali kedua saya bermalam di sarongge, juga bersama dengan teman-teman kantor. Hanya saja, kali ini orang-orangnya sedikit berbeda, hehehe. Api unggun, selalu hadir jika menginap di sini. Selain menghangatkan, juga memberi penerangan. Kelinci pun dieksekusi menjadi sate. Lezat. Bumbunya nampol. 

Sekitar jam 7.30 malam, kami berkumpul melingkari api unggun. Bercanda, bermain games dan sedikit membicarakan soal kantor. Ah, serunya. Jarang-jarang becanda sama teman-teman kantor dalam formasi yang lumayan lengkap. Berasa jadi satu keluarga malam itu. Saya sendiri, beberapa kali pindah posisi, dari yang dekat dengan api unggun, lantas kepanasan, trus pindah menjauh, tapi jadi kedinginan, trus mendekati  api unggun lagi, hadeeh. Serba salah deh.

Yuhu..gun gun api unggun...
Malam itu, adalah malam terang bulan, lho, alias bulan purnama. Yuhu, menikmati terang bulan saat sedang berada di atas bukit dan hutan, itu mah sesuatu bingitss..

Puas menikmati kebersamaan, sekitar pukul 9 malam, saya dan Wydia, masuk tenda, bersiap tidur. Selain capek, gak kuat euy begadang di tengah cuaca yang begitu menusuk kalbu. Sedangkan teman-teman lain, masih melanjutkan cengkrama, bahkan ada yang lanjut begadang sambil memainkan gitar sembari sumbang suara.

Sejujurnya, di dalam tenda saya tak bisa tidur nyenyak, cuma  merem melek. Selain suara brisik karena suara teman-teman yang begitu kencangnya bernyayi, cuaca pun sangatlah dingin. Padahal baju kaos saya dilapisi  dua jaket tebal, plus sleeping bed dari fasilitas camping ground. Tapi, tetap saja angin itu menembus kulit, jadinya susah tidur… Oh…lagi di bukit bro, gimana gak dingin coba. Ya untunglah masih bisa tertidur, walau sebentar..:)

Tenda kecil kami, 1 tenda berisi 3 orang.

Pagi dan trekking di sarongge 

Jam 5.30 pagi, sayup-sayup terdengar suara orang ngobrol di seberang tenda, bersaing dengan suara gerimis yang datang. Pagi itu, saya masih berada di area perkemahan hutan Sarongge. 

Ah, kebayang dunk, pagi itu identik dengan dingin, berada ditempat dingin pula, eh diguyur hujan, ya berdobel-dobellah dinginnya. Jaket tebal dua lapis yang saya pakai, seolah tak ada artinya. Brrr…

Hujan berhenti sejenak, tak lama muncul lagi, begitu seterusnya. Walhasil, baru  sekitar jam 7 pagi, satu persatu teman-teman muncul dari tenda dan bercengkrama dengan yang lain. Saya sendiri, jam 8 pagi baru nongol dari tenda, hihihi. Usai membasuh muka, kaki ini langsung saja tancap gas menuju lokasi sajian sarapan. Sebagian besar teman-teman menyantap sarapan nasi goreng dan telur dadar di dalam saung di area camping , yang lain lagi duduk cantik di kursi bambu yang ada  di tengah area. 

Saat pagi hari. Kok sepi..? Wah, pada kemana nih..?

Sekitar pukul 9 pagi, kami semua berkumpul untuk brefing acara selanjutnya. Apa tuh..? Hmmm, gak seru kali ya, kalau sudah jauh-jauh datang ke Taman Nasional, eh gak ngapa-ngapain. Jadi, ritual wajib yang selalu kami lakukan jika ketempat ini adalah treking. Ada dua pilihan kelompok treking. Kelompok pertama, tujuannya menikmati air terjun Ciheulang, kelompok kedua menuju hutan primer Sarongge. Masing–masing tujuan, sama-sama membawa bibit pohon untuk ditanam. Ada sekitar 100 bibit pohon yang kami bawa hari  itu. Semua akan ditanam saat kami melintasi area yang “kosong”. Saya sendiri memilih kelompok menuju hutan primer,  karena jaraknya tak terlalu jauh, meski memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan bolak balik. Berarti jauh juga kan ya..?hahaha..

Tapi, treking menuju air terjun lebih jauh lagi dengan medan yang menanjak dan menukik menurun. Setidaknya itu informasi yang saya dapatkan dari temen-teman yang sudah pernah melintasi area tersebut. Hadeuh, daku tak sanggup. Kaki jenjang ini masih capek gegara menanjaki kaki bukit dari perjalanan kemarin, lah, mosok mesti ngerasain lagi..? :P

Ini dia air terjun Ciheulangnya, tapi saya tak ikut kemari, ini minjem fotonya kang Ade, hehehe

Menanam Investasi untuk bumi.

Setelah persiapan oke, saya bersama  15 orang teman, dua orang adik manis dari Dinas Kehutanan Cianjur, dan dua bapak pemandu dari TNGGP, siap berangkat. Eh, ada pula empat teman-teman dari TV Al Jazeera yang ikut meliput kegiatan kami, lho. Kebayang dong beratnya beban sang kameramen TV, sudah jalannya nanjak, licin, bawa kamera yang berat pula...

Amboi, baru saja memulai perjalanan, tanjakan setapak yang cukup tinggi sudah menyambut kami. Ya, itulah jalan yang mesti kami jelajah. Kondisi seperti itu, kami lalui sepanjang perjalanan, hanya beberapa kali saja ketiban jalan yang landai, habis itu menanjak lagi, meski kali ini tanjakannya tak separah saat menuju camping ground, sehari sebelumnya. 

Menuju hutan untuk menanam pohon
Mainkan tongsismu, tongsis bambu, hahahah

Saat sudah seperempat perjalanan, kami berhenti sebentar untuk menanam pohon. Salah satu bibit pohon yang kami bawa adalah pohon rasamala. Nah, karena bibit pohonnya banyak, sedangkan orangnya terbatas, jadi satu orang kebagian menanam 3 sampai 6 pohon. Alhamdullilah, kami turut berpartisipasi menabung pohon untuk bumi dan investasi masa depan. 

Nah, sudah tiba di lokasi penanaman bibit pohon. yey!

Yeyeye, wahai pohon, semoga dirimu  tumbuh subur ya, Hon !

Taman Nasional Gunung Gede kini memiliki sekitar 8 hektar pohon baru. Ini adalah hasil dari adopsi pohon, kerjasama Green Radio (yang sekarang bergabung bersama KBR) dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Adopsi pohon ini sejak awal memang dimaksudkan untuk merehabilitasi areal taman nasional yang terlanjur menjadi kebun sayur. Sebagai taman nasional, maka seharusnya areal tersebut dipenuhi aneka ragam tanaman sehingga menjadi hutan primer.  Dalam enam tahun ini, ada 38 hektar area yang berhasil ditanami dengan pohon endemic, hasil dari adopsi sekitar 800 orang.

Usai menanam pohon, perjalanan menuju hutan primer, dilanjutkan.  Nah, kira-kira 100 meter dari tempat kami menanam investasi untuk bumi, eh, bertemu buah beri-beri.  Ada yang tau buah ini…? 

Cantiknya buah beri beri
Kami berhenti sejenak untuk memetiknya. Maklum, jarang-jarang bisa memetik buah secara langsung, hehehe. Buah ini memang untuk dimakan dan boleh dipetik. Penampakannya seperti stroberi, tapi lebih kecil, rasanya juga asam. Mungkin karena itu ya, makanya disebut buah beri beri.

Yey, serunya bisa memetik beri beri..


Puas mengerubungi buah beri beri, perjalanan dilanjutkan kembali.  Sesi foto-foto di sepanjang perjalanan, tetap dilakukan oleh pasukan kami.  Meski capek, narsis jalan terus, bro, hahaha….

Jalannya emang setapak dan sejalur, jadi  posisi kitapun berurutan segaris, hehehe

Biar sempit-sempitan dijalan, tetep eksis ya..hihi

Ini belum memasuki hutan primer , lho...masih diluarnya..
Ini ceritanya canded ya..? :D

Sampai juga di hutan primer Sarongge

Auw, sampai juga ke hutan. Ini juga kali kedua saya memasuki hutan Sarongge. Kangen dengan kanopi, daun-daun kering yang jatuh berserakan, suara-suara jangkrik, dan libasan kadal yang bersembunyi. Dulu, saya pikir hutan itu menyeramkan, eh ternyata, hutan itu sahabat, tak ada yang ditakutkan, tak ada pula hewan yang menyerang kami. Semuanya menyenangkan. 

Yuk, pose sama-sama dalam hutan..:)

Di Pohon Ki Hujan.
Kira kira 50 meter memasuki hutan, kami berhenti sejenak tepat di depan pohon besar. Pak Sofyan, pemandu kami dari TNGGP, menjelaskan soal pohon ini. 

"Namanya pohon Ki Hujan, usianya sudah 200-250 tahun. Ini adalah salah satu pohon yang paling tua di hutan Sarongge. Dengan diameter pohon yang luar biasa, diperlukan 8 orang dewasa untuk memeluknya," papar Pak Sofyan.  

Ini Pak Sofyan, saat jelaskan tentang Ki Hujan, sambil di Shoot TV Al Jazeera
Kami pun membuktikannya. Kami mengelilinginya dengan bergandengan tangan berantai satu sama lain, sembari teriak lantang “satu..dua..tiga..empat.. hingga  sepuluuuhhh..." 

Yey, ternyata kudu 10 orang yang harus memeluknya, bukan 8  orang, saking besar diameternya.  Ah, senang rasanya bermain  edukasi di dalam hutan, games yang berilmu.

Ki Hujan, hanya berbunga sekali dalam waktu setahun yaitu di bulan Oktober. Pohon Ki Hujan juga jadi tempat burung bersarang dengan nyaman.

Memeluk Pohon Ki Hujan.. Yey..!
Sekitar 15 menit meninggalkan Ki Hujan, hujan dengan intensitas sedang membasahi kami. Jaket hujan yang dibawa pun segera dipasang. Beberapa teman malah tak memakainya, tanggung kali ye, udah kadung basah-basahan, hehehe. Untunglah hujannya tak terlalu membuat tubuh kami basah kuyup, karena terhalau  kanopi (daun pohon yang lebat). Tapi, jalan yang kami lalui jadi licin…cin..cin..

Di dalam hutan, kami menemukan bebungaan dan tumbuhan yang buah atau batangnya bisa dimakan. Seperti cecenet dan begonia. Begonia ini bisa menghilangkan rasa haus, pusing dll. Yang dikonsumsi adalah batangnya, lho. Tinggal dikupas aja kulit yang menyelimuti batangnya, trus dihisap atau dikunyah. Rasanya asam.  Ada beberapa tumbuhan atau bunga obat lain lagi yang kami temui, lupa euy namanya :) 

Tapi, kami juga menemukan beberapa sampah plastik mi kemasan, du..du..du...masih ada yang buang sampah di dalam hutan. Kata Pak sofyan, biasanya itu adalah sampah orang-orang yang berburu, jadi mereka masaknya  di dalam hutan. Ooo..gitu ya pak..? Karena gak mau hutan jadi kotor, kami punguti lo sampahnya, biar hutannya bersih. 

Kurang lebih 1 km area yang kami lalui di dalam hutan. Meski hujan, kami tetap semangat, kapan lagi masuk hutan kalau bukan saat itu. 

Ouw, semakin kedalam, semakin terasa oksigen yang luar biasa dan udara yang bersih. Saya baru ngeh, kenapa hutan disebut sebagai paru-paru dunia, ya, karena oksigennya yang begitu berlimpah. Tak heran, bagi yang suka menebang hutan, akan dihujat dan di cegah habis-habisan, karena sama saja dengan mematikan kehidupan alam, hewan  dan manusia. Sungguh kejam!

Oh ya, sepanjang perjalanan, semua ragam aktifitas kami terus direkam  atau disyuting teman-teman TV Al Jazeera. Seru ya, wisata, main games, dapet ilmu,  capek capekan, eh, diliput pula, hihihi. Week end yang menyenangkan. 

Di Syuting TV Al Jazira, hehehe

Nah, karena harus melakukan pengambilan gambar dengan angle yang sesuai dengan keinginan mereka, jadi perjalanan kami banyak berhentinya, karena menunggu mereka menyiapkan kamera, mengatur jarak, memilih angle dan sebagainya. Jadi lama deh. Tapi, ada hikmahnya juga, sih, dengan banyaknya jeda, kami jadi punya waktu banyak untuk foto-foto, selfie, dan istirahat yang lumayan untuk mengumpulkan nyawa, hehehe. Andai perjalanan dilakukan nonstop,  gempor juga nih kaki, malah justru berasa gak nikmat.

Keluar dari hutan

Sekitar satu jam lebih menelusuri hutan, kami pun keluar dari area sejuk itu untuk menuju kembali ke camping ground. Ouw, perjalanan menuju ke tempat semula, harus kami lalui dengan turunan setapak yang licin. Hmmm, perginya nanjak, pulangnya nurun. Nanjak bikin ngos-ngosan, turun bikin waspada, karena jalannya licin oleh hujan dan curam.

Rute perjalanan pulang dari hutan, berbeda dengan rute menuju ke hutan. “Biar gak bosan”, begitu kata Pak Sofyan, guide kami yang sabar dan setia, hehehe. 

Kanan kiri kami, dikepung ilalang dan tetumbuhan. Dalam perjalanan pulang, kami melihat kabut yang sexy, pohon-pohon yang tinggi dan suasana sepi pastinya. Cuma ada kami disana saat itu,  ya hanya kami.

Cuma ada kita ya disini...hehehe

Nah, karena jalan licin dan menurun, plus sempit, plus dikelilingi ilalang,  walhasil beberapa dari kami, termasuk saya harus mengalami terpeleset berkali-kali.  Pak Sofyan pun, yang paham dengan medan dan area tersebut, ikut terjengkang saat jalan menurun, hehehe.. 

Meski begitu, langkah demi langkah terus kami ayunkan. Melompati pohon yang tumbang, melangkahi beberapa lubang yang bisa membuat kami terperosok, waspada dengan jonggol (bongkol kayu yang menancap di tengah jalan), hingga sedikit bingung harus mencari rute jalan pulang, karena, kata Pak Sofyan sudah ada beberapa jalur yang ditutup. Jadi, agak sedikit "macet" perjalanan pulangnya.

Istirahat dulu bentar, hehehe
Biar capek, gaya wajib ya hihi 
Dari jejauhan, tampak di seberang, kami melihat ada penampakan tenda, tempat kami  menginap. Deuh, lega rasanya. Sudah mau nyampe nih, pikir kami. 

Tapi ternyata, masih butuh perjuangan sodara-sodara, kami harus melalui turunan tajam dan melewati sungai. Jembatan bambu tempat kami melintasi sungai pun sudah sekarat dan tak terawat. 

Untuk melewatinya, haruslah satu persatu, takut roboh kalau berbarengan. Meski deg-degan saat menginjak jembatan sepanjang 10 meter itu, untunglah kami semua selamat…

Sejenak jeda, saat baru keluar dari dalam hutan primer.

Tiba kembali di Lokasi Camping Ground

Woh, usai melewati sungai, menaiki  tanah berundak, ah..akhirnya sampai kembali ke area camping ground.  Legaaaaaa bingit, serasa lulus ujian, hahahha. 

Satu jam perjalanan pergi, satu jam pula perjalanan pulang, plus dihitung waktu saat berhenti dan  ngetem di hutan, trus berhenti karena syuting TV Al Jazeera dan berhenti saat menanam pohon. Jadi, sekitar 3 jam 30 menit waktu yang kami habiskan di alam terbuka yang sejuk, alami dan non polusi itu pastinya. Kebayang bro, kaki gempor rasanya…. (eaaaa, kaki lagi yang dibahas, wkwkwwk)

Untunglah (lagi dan lagi), teh sereh plus  sajian makan siang, sudah tersedia dengan cantiknya di meja dapur camping ground. Jadi, kami bisa melupakan kecapaian dengan mengganti energi yang sudah banyak keluar. 

Makan siang usai bertreking ria



Pose dulu sama beri-beri

Buah beri-berinya kami bawa ke camping, lho..



















Tak lama usai santap siang, hujan kembali turun. Semua kocar kacir masuk ke tenda masing-masing, termasuk saya. Nah, karena berada di dalam tenda, ditemani dengan rasa capek dan dingin, ya, jadi ketiduran lagi deh. Ah, lumayan tidur satu jam, bisa ngumpulin kesegaran.

Turun dari Bukit

Saat jarum jam bergerak ke angka 4 sore,  kami pun turun. Perjalanan pulang, dilalui dengan turunan dan jalan yang licin. Benar-benar harus waspada dan membuat kuda–kuda. Meski turunan, tetap capek, lho. Tapi, rasa capek tadi dihibur dengan hamparan sawah yang hijau, pertanian yang berundak, sayur-sayur yang merekah, udara yang berkabut, dan oksigen yang bersih.  Syahdu ! 

Saat pulang dari lokasi camping ground. Kabut menyambut.. ! Yuhuu..

Kami melewati  pertanian kol dan daun bawang..

Jalan beriringan, awas kepeleset ya, hehehe

Sampai di perbatasan dengan rumah warga, hujan turun deras. Untunglah, mobil pick up sudah siap mengantar kami kembali menuju Saung Sarongge. Alhamdullilah, kali ini saya kebagian duduk di depan, di samping om sopir, jadi tak merasakan pantat yang cenat-cenut saat mobil melintasi jalan yang berlubang..:) Sementara temen-teman yang duduk di bak belakang, harus rela desak-desakah, hujan-hujanan, cenat cenut, dan teriak-teriakan, saat melalui turunan dan jalan yang tak mulus, hihihi...

 Di Saung Sarongge

Sekitar satu jam perjalanan dari area perkemahan, sampai jua kami di saung sarongge. Di Saung ini, kami akan rehat sejenak sekaligus santap sore. Ibu-ibu yang memang bertugas mengurusi saung, memamerkan kegiatannya. Ada yang sedang  membuat tas dari plastic bekas kemasan, ada yang bikin bros, ada yang membuat sabun sereh, ada pula yang tengah menyiapkan sajian makanan untuk kami. 

Untuk kerajinan tangan seperti bros, mereka menjualnya dengan harga yang murah, lho. Satu bros ukuran kecil, cuma dihargai Rp 3000, yang agak besar sedikit Rp 5ooo. Bunga, adalah bentuk bros yang banyak mereka buat. Ada yang terbuat dari kain polos, ada juga dari kain batik.  Semuanya dari kain bekas atau kain sisa jahitan yang tak terpakai. 

Nah, ini 2 bros dari kain perca buatan ibu-ibu Sarongge, yang saya beli. Cantik, kan?

Sementara ibu-ibu Sarongge beraktifitas, teman-teman yang lain ada yang sibuk berebut colokan hp, ada yang antri di kamar mandi, ada pula yang langsung selonjoran mencari posisi uenak, hahahha

Usai sedikit berbenah dan istirahat, beberapa dari kami, ikut belajar membuat anyaman plastik bekas untuk dijadikan tas, karpet dan lain lain. Senang rasanya bisa belajar menganyam. Butuh ketelitian, kerapian dan kesabaran. Ada pula yang membantu membuat bros dari kain perca warna warni. Dan ada yang ingin tau gimana proses pembuatan sabun sereh. Ih asiknya… Teman-teman dari TV Al Jazeera pun, masih melanjutkan liputan kegiatan kami di Saung Sarongge.
Nah, ini kami sedang belajar menganyam plastik kemasan sachet

Nah, kalau ini lagi mau belajar bikin sabun sereh

Di sebelah saung, ada peternakan domba, lho. Jadi, kalau mau akrab-akraban sama hewan berbulu cantik ini, boleh saja, hehehe

Domba-domba lucu

Jam 6 sore, saatnya kami menginggalkan saung dan segera menuju ke Wisma Sarongge kembali, tempat pertama kami singgah ketika memasuki kawasan adem ini. Kenapa kudu mampir kesini dulu? Karena dua bus besar yang akan membawa kami pulang ke Jakarta, parkirnya di lokasi ini. Jalan yang tak lebar dan rusak untuk menuju camping ground, tak memungkinkan bisa dilalui oleh mobil seukuran bus..

Kami pulang

Ah, cuma sehari semalam di Sarongge, banyak kisah dan keseruan yang didapat, meski harus merelakan badan yang rada remuk namun tak redam. Untunglah besoknya (minggu) hari libur, jadi masih ada waktu untuk leha-leha merenggangkan otot kaki, hehehe..

Oh, dua kali ini saya ke Sarongge, dua kali juga merasakan kapok saat mengingat betapa capek dan susahnya melalui jalan yang menanjak. Tapi, dua kali ke Sarongge juga, saya merasakan nikmat dan kebahagiaan bisa hidup berdampingan dengan alam yang masih perawan dan sejuk. Tidur di alam, mandi dari air alam, suasana yang masih alami dan kehidupan warga yang juga masih mengandalkan alam, dengan bertani dan beternak.

Ah, sampai jumpa Sarongge. 

Pemandangan di depan Saung Sarongge, kala senja...

Note : Jika Anda ingin berwisata ke Sarongge, silahkan hubungi Emma Piper via twitter di @almostsundanese agar mendapat perjelasan soal biaya dan fasilitas. Fasilitas yang didapat, salah satunya adalah tenda, sleeping bed, api unggun, makan pagi, siang dan malam. Mobil pick up yang mengantar kami bolak balik dari dan ke area camping ground, sudah termasuk dalam paket. 


Ini dia formasi lengkap pasukan yang memilih trekking hutan Sarongge. Gak rugi gabung sama genk ini, rame, kompak dan seruuhh! hahaha

72 comments

  1. Kak, gue ninggalin jejak dulu yaaa... Persiapan sekali yang buat postingan... Haha, entar kesini lagi. Capek euy bacanya hahaha...

    Piss.

    Btw, sarongge itu di daerah jabar ya. Gue kirain daerah di timur sana dekat ambon manise... Haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahhaa, emang panjang ini ceritanya... makanya dibanyakin gambarnya, biar gak bosen... Sarongge deket Jakarta, kok, cuma sekitra 2-3 jam, belum sampe ke Ambon, hehehe...

      Makasih ya Wahyu.. :)

      Delete
    2. Lapor mbakkk udah kelar bacanya. Gilak marathon, dan efeknya gue pingin kesana. Huehee....

      Delete
    3. hehehe, ayo Wahyu ke Sarongge, rame-rame ajak teman2, banyak deh pengalaman dan sesuatu hal yang bisa dilihat disana.. :)

      Delete
    4. kok saya gak diajak ya, hahahaha :)

      Delete
    5. hayo atuh, gua ajak semua yang ngebaca blog ini, hehehehe

      Delete
  2. kayaknya seruuu yah...cakep tempatnya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehhe, emang cakep mbak, meski harus merasakan dingiiin dan kaki yang capek bingits tapi setimpal dengan keindahan dan suasana yang di dapat. .:)

      Delete
  3. jadi mau kesana *nunggu ditraktir hahaha
    senyum dan canda tawa menghiasi perjalanan gak bakalan berasa capenya.
    buset itu pohon ki hujan usinya 200-250 tahun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hohoho, kalau liburan memang harus pake canda, biar tambah seru, heheh... Iya, itu pohon sudah uzur bingit, peninggalan nenek moyang kita ya.. :)

      Delete
  4. Dulu pernah ngaudit perusahaan strawberi di desa ini, dan setiap tahun hampir ke puncak ini untuk cek pupuk, stok straberi dan laiinya, eh pulang2 ditawarin gratis strawberi hahaha, langsung disikat deh, sejuk banget disana, tapi kalau pas dini hari brrr dingin banget ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, sudah sering keluar masuk daerah dingin nih mas Salman ya, hehehe... Apalagi di kasih stroberi gratis pula, enak tuh di jus, hehhe, kami cuma dpt beri beri disini, rasanya gak jauh beda dgn stroberi, hehehe

      Delete
  5. wahh baru liat berri, di Indo ternyata ada yah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, aku juga baru tau dengan buah ini, hehehe

      Delete
  6. Weh kayaknya seru juga bisa outbond kayak gitu :-D

    ReplyDelete
  7. Subhanalloh indah banget tempat campingnya jadi pengen :g

    ReplyDelete
  8. kayaknya "Sarongge" tempat yang seru ya mbak, apalagi kalo ma temen2. pengen juga euyy kesana *mupeng*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Astari, tempat ini asyik dan seru, walau belum banyak yang tau, makanya aku tulis artikel ini, ya untuk mempromosikan sarongge , kan kalau banyak wisatawan berkunjung kesana, warga juga kan dapat pemasukan, hehehe

      Delete
  9. Wah, wisata seru dan bermanfaat ya :))

    ReplyDelete
  10. Seru ya kak bisa bercengkrama dengan alam :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi, jarang -jarang ya main main di hutan, menyapa pohon dan menanam pohon.. tsaaah...hehehe...

      Delete
  11. Ngecamp emang selalu seru. Tidur di bawah langit berbintang lebih sesuatu ketimbang tidur di hotel berbintang.
    Ngiler liat buah ceremainya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hohoho, bisa aja perumpamannya. .Iya, tidur dibawah langit berbintang lebih maknyus dan bikin hati kedap kedip kayak bintang, loh...heheh...
      Btw, buah ceremai yang Arif bilang, maksudnya buah beri ya..? hehehe

      Delete
  12. ya ampun mbak aku pikir Sarongge itu di luar pulau jawa :) ternyata masih di jawa barat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak Lidya, di Cianjur, dekat tempat tinggal kitaaahh,hihihi

      Delete
  13. luar biasa seru banget, menyatu dengan alam jadi ingat pesan dari Alas purwo
    "Jangan tinggalkan apapun kecuali telapak kaki, alam itu pasrah kepadamu"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kami memang tak meninggalkan jejak apapun mas, kecuali jejak telapak kaki dan jejak cinta...yuhuu....

      Delete
  14. uwaaa seru banget acaranya,jadi kangen camping nih hehhe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini emang camping yang seru, yang bukan camping biasa, hehehe

      Delete
  15. Kebayang serunya, Mbaaaak.. Trus keliatan kabutnya tebel gitu. Dingin banget pasti ya? Eeeeh.. Ada kambing jugaaa.. Huahahah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi, jarang -jarang ya ngeliat kabut kalau bukan di daerah yang dingin ..:) btw..itu domba lho, Beby....mirip kambingya.. hehehe...

      Delete
  16. wah aku belum pernah ke kebun teh nih mbak, asik kali ya kesini..pengen deh jadinya...di JawaTimur ada di daerah Batu tapi belum kesampaian pergi kesana :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga baru sekitar 4 kali ini ngeliat kebun teh dari tempat yg berbeda-beda.., aku malah pengen juga mbak ke daerah Batu, hehehe

      Delete
  17. waaaw banyakan gituuu yang ikut ,, mau deh .. kalau saya susah kummpulin orang yang mau ikutnya :D ... beriberi enak kayanya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, iya..ini mah jumlah separuhnya orang kantor yang ikut.. Kalau camping ,mah, memang harus rame ya, masak camping cuma berdua, ..? Takut dong ntar.., hihiih

      Delete
  18. keren mak, perjalanan yang panjang dan melelahkan, namun serunyaaa ruar biasa !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mak, perjalanan menanjak yang bikin capai, tapi terobati ketika melihat foto-foto dan keseruannya, hehehe

      Delete
  19. Wuih serunya, jadi pengen ikutan bu, kalau diajak mah, hehe. ^.^

    Itu lokasi dimana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lokasinya di desa Sarongge, Cianjur, Jabar, di awal tulisan sudah saya kasih tau tuh, mas, hehehe

      Delete
  20. paling tertarik pas metik buah berrynya. Karena rasanya saya belom pernah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memetik buah itu kalau dari batangnya, emang sesuatu ya Mak.. Aku juga baru kali ini nemu buah beri, hehehe

      Delete
  21. pasti serutuh rame-rame gitu :)
    jadi pengen ngumpul2 sama teman :D

    ReplyDelete
  22. Bukan hanya tempa nie yang bkin seru mba
    kebersamaan'a juga yang bisa bkin suasana jadi seru

    ReplyDelete
  23. Replies
    1. kalau gak besar, gak bakalan jadi cerita dong, hehehe

      Delete
  24. Dear Mba Eka,

    Mbaakk,, aku tertarik bgt untuk Wisata kesini acara gathering kantor,, Edukasinya ada Funnya ada.. hehe
    Contact personnya hanya via twitter y? ada gak mba no tlpnnya?
    Terima kasih banyaakkk y mba infonya ^^

    Nia geddongie@gmail.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mbak Nia

      Asik dunk pastinya ke Sarongge,heheh Malah tanggal 29 April 2015 ini, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Iwan Fals, Nugie, Olga Lydia bakalan kasana, untuk acara "Ngaruwat Bumi", sekaligus perayaan hari bumi...hehehe

      Ada dong nomor kontaknya..Ntar ya, aku tanyain dulu, ntar ku kabarin ya melalui emailmu..

      Tengkyu...

      Delete
  25. Wah lengkap banget reportasenya. Kelihatan seru, jadi pengen ikutan :D. Makasih udah share :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tengkyu Sistalius, smg ceritanya berguna, dan kamu bisa berkunjung ke sana, hehee ..;))

      Delete
  26. wih, asiknya wisata sama teman teman mb, hehehe

    ReplyDelete
  27. wah seru bingiiit dan aku baru tahu ada tempat ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. yoi mbak, wajib dikunjungi itu tempat ini, hehehe

      Delete
  28. wkwkwk seruuu banget mbak edisi kaki gempornya jugaaa hahaha... keren" euuyyyy... ademnya kerasa sampe sini nih mbak kabut"nya keceehhh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. yoi..kaki gempor dihajar dengan pemandangan dan suasana yg adem dan benar benar syahdu..., heheh

      Delete
  29. Reportase komplit.
    Berasa ikut memeluk pohon Ki Hujan
    Di jamin, betis remuk redam ya, mbak
    Aku juga postingan seru, saat berkeliling Pulau Karang, si Pulau tanpa penghuni
    Mampir atuh,, seruuu deh ~_*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak postinganku ini panjaaaang, soalnya kalau tulisannya mau dipisahin, sayang euy, hihihih, makanya dibanyakin gambarnya,supaya yg baca gak boesen, kekekeke...

      Iya, ntar aku mampir...:))

      Delete
  30. kabutnya...kerasa dinginnya sampek sini, hiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. hoo..oh....beneran sampe situ dingginnya..?

      Delete
    2. oia, ini kunjungan pertama, salam kenal dan ane follow ya mbak

      Delete
    3. oke, makasih, salam kenal juga mas..ntar ku follow juga ya..

      Delete
  31. Wah pada bagus viewnya, jadi pengen kesana klo liburan

    ReplyDelete
  32. Harus masuk list nih tempat, buat ntar nanti liburan

    ReplyDelete

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..