Mpok
Yanti, tukang pijit berjiwa besar, yang mengurus suami lumpuh sampai
28 tahun, juga harus mengurus anak, menantu dan ponakan dalam satu
rumah.
Mengurus suami yang lumpuh selama 28 tahun, tergeletak tak berdaya ditempat tidur, tak bisa bangun untuk sekedar duduk apalagi melangkahkan kaki, bukanlah sebuah perjalanan waktu yang singkat untuk dilakukan seorang istri. Perlu selaksa kesabaran, dan jiwa yang besar, ditengah himpitan ekonomi yang pas-pasan. Ya, hingga rentang waktu lebih dari seperempat abad itu, sang istrilah yang harus berperan ganda dalam rumah tangga. Ya, sebagai suami, juga sebagai istri sekaligus sebagai ibu yang harus menafkahi keluarganya.
Untunglah, jiwa besar dan kesabaran itu
dimiliki oleh Mpok Yanti. Beliau adalah tukang pijit langganan saya, orang Betawi asli. Saya baru mengenalnya
empat tahun belakangan ini. Karena tubuh saya sering merasa
cenat-cenut, jadi, saya sering memanggilnya melalui telephone atau
jemput langsung kerumahnya untuk memijat badan bongsor ini.
Kebetulan, jarak rumahnya cuma seratus meter dari kos-kosan yang juga
baru empat tahun ini saya tempati. Pijitannya enak banget, bikin
nagih. Makanya saya langsung teringat sama dia kalau tuk urusan
pijat-memijat. Selain itu, dia juga tak mematok upah. Sesanggupnya
kita bayar aja.
Pun, tentang bagaimana suka dukanya merawat suami yang cacat selama bertahun-tahun dengan segala tenaga yang ia punya. Ia bercerita, memasuki lima tahun usia pernikahannya, suami tercinta terpeleset dilantai kamar mandi yang licin, yang menyebabkan kedua kakinya tak berfungsi lagi sampai sekarang. Berobat? Sudah pernah pastinya. Namun, tak jua kunjung sembuh. Akhirnya, kata pasrahlah yang terucap, untuk menerima kondisi tersebut sampai ketiga buah hati mereka tumbuh dewasa.
Itu artinya, dari sejak tiga anaknya masih balita, wanita paruh baya inilah yang banting tulang mencari duit tuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga. Dan dengan itu, ia bisa menyekolahkan anaknya hingga mengecap pendidikan setara SMU. Bahkan, salah satunya ada yang sampai mencicipi D3. Dan, mereka semua bisa bersekolah dari hasil keringat sang ibu yang bekerja sebagai tukang pijit dari rumah ke rumah, dengan upah yang tak tentu itu.
Kini, anak-anak
Mpok Yanti sudah berkeluarga semua. Ada yang sudah bekerja dan buka
warung kecil-kecilan, tapi ada juga yang masih sibuk mencari kerja.
Namun, ketiga anak Mpok Yanti yang sudah menikah itu, semuanya masih
tinggal satu atap dirumah sederhana mereka. Termasuk menantu dan
cucupun kompak mendiami rumah yang sudah mereka tempati selama
bertahun-tahun itu. So, bisa dibayangkan, ada berapa jumlah kepala yang
mendiami rumah yang ukurannya tak besar itu? Mari kita berhitung.
Mpok Yanti dan suami ditambah tiga anak plus menantu, jadi 8 orang,
toh..? Belum lagi tambahan cucu 3 orang dari masing-masing anaknya.
Jadi ada 11 mulut yang harus diberi makan.
Ternyata...., apa yang
saya perhitungkan itu, salah..!! Jumlahnya lebih besar lagi dari itu.
Hah? Loh, siapa lagi yang tinggal disana?
Ehm, rupanya
meski keadaan ekonomi keluarganya morat-marit, wanita berperawakan
gempal ini, sungguh mempunyai hati yang luar biasa. Selama 3 tahun
belakangan ini, ternyata ia menampung dan mengurus tiga keponakannya,
anak dari adik wanitanya yang telah meninggal dunia karena sakit.
Satu orang gadis berusia remaja, dua lainnya masih balita.
“Kemana
Bapaknya? Masih ada, kan, Mpok?”,
tanya saya penasaran ketika sedang ngopi bersamanya diwarung kopi
dekat rumah, sambil melihatnya mengasuh ponakannya yang masih
balita.
“Ya
masih ada, sih, Bapaknya. Cuma, ya, kerjanya juga pemulung, Neng.
Jadi, gak sanggup juga dia nafkahi. Dia juga meminta saya tuk bisa
mengurusi tiga bocah ini. Apalagi ini, dia dari bayi sudah saya asuh
(sambil menunjuk bocah laki-laki berumur sekitar 3 tahun yang ikut
duduk bersama kami). Jadi, dia ngira saya ini mamaknya. Makanya dia
manggil sayapun, Mamak”,
ujar Mpok Yanti sambil memeluk erat “anak”nya itu.
Ketika
tau hal itu, wow, saya jadi tercengang melihat ketahanan dan
kesediaannya tuk mengurus tiga keponakannya. Sudah hidupnya
pas-pasan, suami lumpuh, ditambah
pula mengurus anak mantu dan cucu yang masih tinggal satu atap. Luar
biasa.
Hanya
itukah “tantangan”nya dalam mengarungi hidup? Ternyata tidak.
Dua tahun lalu, ia
divonis kanker ovarium. Jadi, mesti diopname untuk dilakukan oprasi
pengangkatan. Tentu tak sedikit biaya yang harus keluarkan buat biaya
pengobatan. Walau sudah memakai kartu jaminan kesehatan tuk warga
miskin, ya tetap saja, ia masih keluar biaya untuk ini dan itu.
Meminjam uang sana-sinipun tak bisa dihindarkan, tuk menutupi semua
keperluan pengobatannya.
Karena hal itu,
lama ia tak bisa menerima orderan buat mijit, kondisinya masih lemah.
Bekas jahitan pasca oprasipun, perlu waktu berbulan-bulan untuk
pulih. Untunglah, sekarang kondisinya sudah membaik. Permintaan
memijat pun lancar jaya. Karena, ia sudah cukup terkenal di kampung
kami berkat bakat yang ia warisi dari ibu kandungnya itu.
Ya, sejak gadis, jemari dan tenaganya sudah banyak ia salurkan pada tubuh-tubuh yang butuh bantuannya. Sudah lebih dari 40 tahun ia menekuninya. Tak heran kalau langganannya banyak, dari anak kos-kosan seperti saya, sampai emak-emak yang sudah beranak pinak. Hampir setiap hari, ada saja orang yang memerlukan jasanya. Saking padatnya, kadang, ketika butuh tenaganya, saya harus antri dulu, karena ia sedang melayani langganannya ditempat lain. Atau sebaliknya, ketika sudah selesai memijit saya, ia buru-buru pergi, karena sudah ada lagi “pasien” yang menunggunya. Ya, memang itulah yang bisa ia lakukan, tuk menyambung nyawa belasan orang-orang yang ada dikediamannya.
Tentu saja Mpok Yanti tak membawa peralatan ini saat memijat saya, tapi cuma bawa minyak gosok saja. namanya juga pijat rumahan, alias tradisonal, hehehe |
Ya, sejak gadis, jemari dan tenaganya sudah banyak ia salurkan pada tubuh-tubuh yang butuh bantuannya. Sudah lebih dari 40 tahun ia menekuninya. Tak heran kalau langganannya banyak, dari anak kos-kosan seperti saya, sampai emak-emak yang sudah beranak pinak. Hampir setiap hari, ada saja orang yang memerlukan jasanya. Saking padatnya, kadang, ketika butuh tenaganya, saya harus antri dulu, karena ia sedang melayani langganannya ditempat lain. Atau sebaliknya, ketika sudah selesai memijit saya, ia buru-buru pergi, karena sudah ada lagi “pasien” yang menunggunya. Ya, memang itulah yang bisa ia lakukan, tuk menyambung nyawa belasan orang-orang yang ada dikediamannya.
Setiap bertemu
dengannya, kala sedang jalan-jalan sore sambil momong cucu atau
keponakannya, ia selalu bersemangat dan ceria. Orangnya memang suka
bercerita dan ramah. Tak pernah terlihat kalau ia mempunyai banyak
beban. Mungkin karena itulah, raut wajahnya tak terlihat kalau
usianya sudah sepuh. Saya malah mengira umurnya masih 45-an. Gak
taunya, walah.., udah pantas dipanggil nenek, hehehe...
Namun, baru-baru
ini, saya mendapat kabar, kalau suami Mpok yanti yang selama ini
telah dirawatnya dengan penuh cinta dan kasih itu, beberapa waktu
lalu, akhirnya kembali pada yang kuasa. Sayapun mengucapkan
belasungkawa pada wanita kuat ini, saat tak sengaja bertemu dengannya
diperempatan jalan yang sering saya lalui, ketika mau berangkat
kerja. Ia tampak kuat menerimanya, sambil bercerita sedikit tentang
kronologis kepergian almarhum suaminya, dengan logat betawinya yang
kental.
Ya, meski kini ia
tak punya lagi “pujaan hati', setidaknya, ia telah puas mengurus
suami yang lumpuh selama 28 tahun. Merawat anak-anaknya sendiri sejak
mereka masih kecil. Kini, diusianya yang sudah senja, masih juga
diberi amanah tuk membesarkan tiga ponakannya seperti anaknya
sendiri, yang kelak akan dibiayai pula sekolah mereka.
Ah, Mpok Yanti,
saya yakin, akan ada saja rezeki untuk orang sepertimu. Tuhan gak
tidur, Mpok.
Inspiratif.
ReplyDeleteYes, sangat inspiratif mas...membuat kita semakin sadar dengan begitu banyaknya perjuangan org-org sekitar kita, yg penuh keterbatasan, demi menyambung hidup. Makasih Robih...
Deletepatut ditiru kebesaran hati dan semangatnya
ReplyDeleteYup, harus ditir kebesaran hati dari seorang tukang pijit yg berjuang kukuh tuk anak-anak, suami dan ponakannya.. Makasiih Nurizka..
DeleteMemang benar ya Mak, Tuhan akan memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan umatNya.
ReplyDeleteSalut sama Mpok Yanti yang gak pernah mengeluh, selalu bersemangat, dan saya yakin semua ini membuat Mpok Yanti menjadi wanita tangguh luar dalam. Kisah wanita inspiratif seperti inilah yang membuat kita semakin pandai bersyukur atas apa yang sudah kita dapatkan sampai detik ini. Makasih sharingnya ya Mak :)
Iya mak Ninik, Mpok Yanti emang wanita tangguh, semoga kt bisa meniru semangatnya.. Makasih mak Ninik..
DeleteBanyak pembelajaran yg bisa diambil dari Mpok Yanti ya mak, kesabarannya, kegigihannya, dan semangatnya :) perempuan hebat..
ReplyDeleteYup.... kegigihan yg hebat...tengkyu Mak Arifah...
Deletewah sebuah cerita yang nyentuh hati y mbak begitu banyak orang-orang baik disekitar kita yah ^-^ kl
ReplyDeleteIya Angkis...hidup ini memang harusnya belajar dr orang2 yang ada disiskitar kita.. Tsaah... Tengkyu ya...
Delete