Pagi, di Pelabuhan Muara Angke.....


Perjalanan Dengan Ojek
Sabtu pagi, jam 4.30, weker yang di setel 6 jam sebelumnya, membangunkan mata sipit saya. Sayup-sayup suara adzan Shubuh masuk melalui celah-celah jendela kamar kos. Meski mata masih ngantuk, badan terasa berat, tapi harus saya paksakan untuk bangun. Subuh itu, saya harus bersiap pergi menuju Pelabuhan Muara Angke, yang terletak di ujung utara Jakarta. Saya akan berlayar menuju ke Pulau Harapan, salah satu gugusan Kepulauan Seribu.

Abang ojek yang rumahnya berdekatan rumah, untunglah on time datangnya.  Terdengar bunyi suara motor bebeknya, dibarengi dengan bunyi notifikasi sms darinya, yang mengatakan kalau ia sudah sampai didepan kos. Waduh...kok cepat banget atuh Bang, dimana sih rumahnya..?? Jangan-jangan gak sampai kelang sepuluh rumah dari kos saya,  kok bisa secepat pesawat jet gitu nyampenya, hihihi... Abang ojek ini, sudah dipesan sehari sebelumnya.

Nah, tinggal saya yang kewalahan. Soalnya baru  siap 85 persen. Pipi saya belum ditaburi bedak, bibirpun belum diolesi gincu merah, dan mata indah saya belum dipoles eye shadow, hehehe... Gak apa-apa dong nyantik dikit, walau perginya  bakalan naik kapal laut, bukan kapal terbang.

Okeh, dirasa sudah siap sedia, jam 5.30 pagi, saya langsung meninggalkan kos-kosan yang semua penghuninya, masih terlena di pulau kapuk. Maklum, itu masih pagiiiii...weekend pula, gimana gak lahap tidurnya coba...

Ehm....sepanjang perjalanan Menuju Muara Angke, angin pagi menggoda saya, karena menggunakan  motor,  anginnya lebih berasa pake banget. Meski sudah memakai jaket, masih tetap menembus kulit halus saya. Deru debu kendaraan pun sudah lalu lalang walau tak sebabkan macet. Nah, ketika sampai di arah pluit, si Abang ojek, bingung nih jalan menuju ke pelabuhan muara Angke mau kearah mana.. Akhirnya, beberapa kali motor yang saya  tumpangi harus berhenti untuk bertanya pada warga, kemana arah pelabuhan yang akan kami tuju. Waduh, saya kok jadi was-was... Karena dengan banyaknya berhenti, itu membuat waktu terus molor, lo. Saya takut telat. 

Untunglah, jarum jam saat itu masih menunjukkan waktu pukul 6 pagi. Saya masih lega, kerena masih punya jeda waktu yang panjang sebelum waktu keberangkatan kapal.

Tak lama, saya melihat keramaian mobil dan gapura selamat datang. Ah, akhirnya.... bertemu juga bau-baunya Muara Angke.

Ahaaa...... tuk menaiki kapal yang bersandar di pelabuhan, saya mesti melalui "harumnya" bau pasar ikan yang uhuuy itu. Maklum, saya baru pertama kali ke pelabuhan yang terletak di Jakarta utara ini. So, rada-rada kaget bin nervous ketika harus melalui pasar ikan yang menebarkan bau amis menyengat. Hidung saya langsung menyeringai ketika melintas di depan para penjual ikan, kerang, udang dan sebagainya. Bermacam-macam hasil tangkapan laut, dijajakan dipasar pelelangan ikan yang sudah menggeliat sejak subuh, bahkan mungkin sejak dini hari itu.

Oh... tak cuma itu, jalan yang harus saya lalui pun tergenang air hitam pekat. Becek, walau pake ojek, kotor dan maceeet ! Kalau kita ngebut dikit, pastilah bakal kecipratan air hitam nan jorok bin bau itu.  Bayangkan, semua mobil/kendaraan yang akan menuju pelabuhan, mesti melalui pasar ini. Ya gimana gak macet coba. Apalagi, jam-jam segitu adalah jamnya keberangkatan semua kapal yang akan menyeberangi pulau. Kebayang tuh, tumpek bleknya kendaraan. Semua orang berebut  agar segera sampai cepat ke dermaga. Untung, saya memakai ojek, jadi bisa nyelip-nyelip. Coba kalau pakai taxi, waduh, saya bisa nyampe jam piro..? Argonya juga jadi piro..? Beuh...benar-benar butuh perjuangan, bro. 

Syukurlah, saya mengikuti anjuran teman-teman kos agar saya menyewa jasa ojek saja untuk menuju kesana, daripada menggunakan taxi. Ternyata oh ternyata, apa yang dijelaskan oleh teman samping kamar saya, saat kami berkumpul di sofa kos, dua hari sebelum keberangkatan, semuanya terbukti. 

Cerita tentang pasar ikannya,  bau amisnya, kemacetannya, dan sebagainya. Sesuai sekali dengan wanti-wanti teman saya. Untunglah saya sempat bertanya dan berdiskusi dengan mereka malam itu, jadi memudahkan saya bernavigasi..  hahaha....

Sesampai di area pelabuhan, suasananya tak jauh beda dengan terminal. Banyak orang-orang yang sok akrab menawarkan jasanya tuk mengantar saya ke dermaga, padahal dermaganya udah dekat juga. Sereem euy.

Kata Abang ojek yang mengantar saya sampai di tempat parkir kendaraan  “Disini harus hati-hati, Neng”,  ujarnya sambil berhari-hati juga, hihihi. Setelah memberikan uang sewa 50 ribu kepada si abang, saya beranjak sendiri menuju dermaga yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari lokasi parkir kendaraan.


Ketika diri ini tiba di bibir dermaga, jejeran parkiran kapal-kapal kerapu, yang akan membawa penumpangnya berpelisir itu menyambut saya. Berikut antrian odong-odong dan warung-warung kecil yang menjajakan aneka makanan ringan dan minuman. Saya melirik jam tangan. Ups... pukul 6.15 pagiiii. Pas..! Dan... oh... ramainya orang-orang. Semua punya tujuan masing-masing. Ada yang ingin menuju ke Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Bidadari dan sejumlah pulau di gugusan Kepulauan Seribu. Apalagi itu adalah weekend,  waktu yang pas tuk berlibur.

Calon Penumpang yang hendak menuju kapal

Saya celingak-celinguk sendirian, mengunggu teman-teman rombongan dari Yayasan Kehati yang mengundang/ mengajak saya dan beberapa jurnalis lainnya. Sayapun belum pernah sama sekali bertemu dengan mereka. Selama ini, tehnis  keberangkatan menuju P. Harapan hanya dikomunikasikan via telepon dan email saja. Tak ada dress code atau janjian di titik mana gitu, tuk memudahkan pemantauan. Ketika saya menghubungi salah satu panitianya, eh ponselnya malah susah dihubungi. 

Sementara panitia yang satu lagi, masih dalam perjalanan. Walah, bearti saya duluan toh yang datang. Kebayang dong, saya sendirian berada ditempat yang asing, ditengah keramaian dan kesibukan orang-orang dengan rombongannya masing-masing. Ada yang sibuk ngurusin anak, ada yang langsung naik ke kapal, ada juga yang sama seperti saya, menunggu temen-temen yang lainnya.


Suasana pagi di Pelabuhan Muara Angke

Duduk di kursi yang bertengger di warung kecil, itulah yang saya lakukan sambil menunggu teman-teman lain, yang tak saya tau bagaimana rupa mereka, hihihi. Tiba-tiba, saya mendengar percakapan dua orang di dekat saya, yang menyinggung  soal Pulau Harapan dan Kehati. Feeling saya, pasti ini adalah rombongan saya. Ternyata benar. Ah, lega akhirnya saya bisa juga bertemu dengan mereka.

Ya, saya pergi kepulau ini, untuk liputan sosialisasi /kampanye  pelestarian terumbu karang tuk masyarakat di P. Harapan, dalam rangka Coral Day 2014, yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan Yayasan Terangi. Jadi, ceritanya, saya bekerja sekaligus liburan , hehehe..

Semerawutnya Pelabuhan Muara Angke...
Pagi itu, pelabuhan Muara Angke, tak hanya diramaikan dengan warga pribumi, tapi beberapa turispun turut memadati kawasan yang enggak banget itu. Ya, nggak banget...! 
 
Kesibukan di Muara Angke, disaat matahari masih  malu-malu tuk keluar dari persembunyiannya..

Cobalah anda perhatikan gambar-gambar yang saya pampangkan diatas. Itulah potret  pelabuhan tempat dimana ribuan manusia yang setiap harinya datang kesana. Satu kapal, bisa mengangkut sekitar 100-200 orang, dengan dua shift atau dua putaran, pulang-pergi. Andai ada 30 kapal yang beroprasi disana dengan berbagai tujuan, bearti setiap hari, tempat itu akan didatangi oleh sekitar 10 ribu orang, dengan asumsi 30 kapal x 200 orang  x 2 shift.

Coba bayangkan....ribuan manusia lalu-lalang bertandang kesana setiap hari,  tapi kok ya tempatnya semerawut tak tertata, kumuh, becek, gak ada indah-indahnya sama sekali. Boro-boor ada tempat duduk didekat dermaga, tuk sekedar menunggu teman yang lain datang, misalnya. Padahal, itu adalah pintu untuk menuju pulau wisata yang ada di Indonesia tercinta ini.

Ini pekerjaan rumah lo buat pemerintah terkait, agar memperhatikan atau paling tidak membenahi tatanan pelabuhan Muara Angke. Gimana caranya itu pelabuhan biar bikin orang nyaman, aman tanpa harus menggerutu karena kesumpekannya, mengernyitkan dahi karena kesemerawutannya, dan menutup hidung ketika melintasi pasar ikan sebagai muaranya pelabuhan.

Malu dong sama turis. Bagaimana mereka ceritakan tentang semrawutnya  Pelabuhan Muara Angke kepada teman-temannya dinegeri asalnya. Haduh...

Saya saja, rasanya kapok mau nyeberang pulau melalui pelabuhan Muara Angke. Dari informasi yang saya dapatkan, pelabuhan yang ada di Marina, Ancol, lebih bermartabat dan oke. Memang sih, biayanya lebih mahal, kapalnya juga jenis kapal cepat dan keren. Namun, bukan bearti mentang-mentang Pelabuhan Muara Angke murah meriah, hanya 35 ribu rupiah menuju Pulau Harapan per sekali naik kapal selama 3 jam,  lantas kawasannya dibiarkan seperti terlantar begitu saja. Ah, saya rasa rakyat juga berhak mendapatkan kenyamaan dan keindahan. Kan, semua warga bayar dan diwajibkan taat pajak, toh...?

Suasana Di Dalam Kapal
Kami masuk kapal sekitar jam 6.30 pagi. Ouw.., penumpangnya sudah padat rupanya. Di bagian buritan, di atap kapal, hingga pinggiran kapal, sudah dijejali oleh penumpang. Ehm...duduk diatas kapal, adalah favorit bagi kebanyakan penumpang (terutama anak muda dan ABG) yang duluan mengkavling itu tempat bersama-teman-temannya. 

Kapal yang sudah disesaki penumpang

Add caption
Ini penumpang yang duduk diatap kapal
Sementara saya dan rombongan, kebagian duduk didalam dak kapal. So, tuk masuk kepintunya, harus membungkukkan badan terlebih dahulu agar bisa melalui sela pendek nan kecil itu. Jangan berharap ada kursi didalamnya, lesehan, bo.  Saya kebagian duduk di sudut dekat pintu masuk. Didalamnya, penumpang belum begitu ramai. Saya sempat keluar masuk dak kapal, tuk melihat keadaan sekeliling pelabuhan dan kapal-kapal lain. Wow, sudah berjamur penumpang kapal sebelah yang entah darimana saja mereka berasal, memenuhi semua sudut  kapal kerapu itu dari sebelum jam 6 pagi, karena  siapa yang cepat datang, maka dia akan kebagian  tempat duduk enak yang diinginkan.

Suasana dalam dak kapal, belum terlalu padat.

Menunggu waktu keberangkatan kapal, banyak penumpang yang mengisi waktu dengan ngobrol dan berfoto ria bersama teman-temannya. Sayapun tak ketinggalan,   meluangkan waktu sejenak keluar dari dak kapal  sambil menikmati suasana pelabuhan, sembari menunggu penumpang lain datang. Sempat-sempatnya saya  minta bantuan penumpang yang duduk dibagian atap kapal yang tak saya kenal itu,  tuk menjepret diri ini sebelum kapal berangkat, hehehhe... Tetep narsis ya...

Nih, saya narsis dulu bentar yak...hehhe

Eh, ketika saya masuk kedalam lagi,  wah, sudah mulai berdatangan rombongan lain. Untung, saya masih kebagian sedikit tempat tuk menaruh pantat ini, karena terselamatkan dengan tas yang saya taruh  diranah yang saya duduki.

Nah, sudah padat....

Ehm...semakin mendekati jam 7 pagi, semakin berdatanganlah penumpang. Memang, kapal penumpang dijadwalkan akan berangkat on time jam segitu. Namun, sampai jam 7.30,  kapal yang saya tumpangi belum juga terasa akan berlayar. Salah satu sebabnya, kapal yang berada di depan kapal kami, belum berangkat juga, jadi ya mesti menunggu itu kapal berjalan dulu toh, baru kapal kami bisa melintas. Ya..kayak parkiran mobil aja gitu, lo, kalau ada mobil yang menghalangi, otomatis, belum bisa berjalan mobil kita.

Akhirnya, kapal kami berangkat juga di  jam 8 pagi. Walah, molor satu jam. Tau gitu, berangkat dari rumah nyantai-nyantai aja tadi ya, sambil puasin tidur dulu, hihihi....

Ehm..kembali ke dalam kapal...
Saya pikir, dalam satu ruang/space dalam kapal yang saya tempati adalah rombongan kami semua, eh ternyata bercampur dengan penumpang lain juga. Ada serombongan cewek-cewek yang berdandan habess bak artis, ada  juga sekeluarga yang bawa anak kecil yang bawel. Ada pula yang pacaran. Saking manjanya sang cewek, sampe-sampe ia tidur di  paha pacarnya  dalam waktu yang lama.  Sepanjang perjalanan, si cowok terlihat sekali menahan kakinya yang keram dan pegal. Sesekali ia memencet jempol kaki atau jejarinya, tuk meredakan keram. Sementara si cewek, pulas tertidur. Saya bisa melihatnya, karena kebetulan posisinya sejeran, hanya satu kelang dari saya. Hihihi... Saya geli sendiri, itulah bentuk pengorbanan pacaran kali ye...wkwkwkw....

Kalau soal posisi duduk para penumpang...? 
 
Aih, jangan ditanya bro,..bener-bener mepet pet..pet... Selonjor kakipun susah. Didepan saya, hanya selang satu pergelangan tangan, sudah ada mas-mas yang membawa anak kecilnya. Disebelah kiri saya seorang Ibu dari Yayasan Kehati, namanya Ibu Puspo. Beliau pintar, energik dan tau banyak hal tentang kelautan dan keanekaragamanhayati. Saya tau hal itu, karena kami sempat ngobrol dalam kapal, walau cuma sekilas. Sementara di sebelah Ibu Puspo, ada kipas angin besar,  yang membatasinya dengan sepasang kekasih yang saya ceritakan diatas tadi, hehehe...

Saat kapal sudah mulai berlayar...

Dan disebelah kanan saya, ada dinding kapal, karena saya duduknya mojok,  jadi, saya bisa sandaran didinding itu. Ehm... saya gelisah sendiri dalam kapal. Sempat tertidur tapi cuma sebentar, itu pun tak nyenyak. Tiba-tiba terbangun, gegara kaki saya pegal dan keram, karena posisinya menekuk dari awal perjalanan. Mau selonjoran, gak ada tempat lagi, kalau dipaksakan juga, wah.,.bisa tabrakan sama kaki atau paha orang.  Jadi, saya memang harus memposisikan tubuh meringkuk apa adanya. Kuatnya hempasan ombak, menjadi salah satu faktor yang membangunkan tidur saya. Untunglah saya tak mabuk laut, meski terasa sekali perut berguncang-guncang mengikuti irama kapal  MILES, nama kapal yang kami tumpangi.

Setiap kali terbangun, saya selingi dengan mengudap gorengan yang memang dipersiapkan oleh panitia sejak awal. Lapar juga, bro. Mana sempat sarapan. Pergi dari rumah saja jam 5.30. Kapan mau bikin sarapannya..? Hehehe... 

3 jam kami mengarungi lautan luas itu, akhirnya sampai juga di dermaga Pulau Harapan, pulau yang dituju, pulau yang diharapkan dapat menjaga kelestarian alam dan kehidupan bawah lautnya yang kaya akan terumbu karang dan ekosistem laut lainnya.

Ah, tiba juga di pulau lain, meski harus melalui Pelabuhan Muara Angke yang nggak banget itu, bikin kapok kesana lagi.

Ehm...cerita tentang kedatangan, kegiatan dan keseruan saya di Pulau Harapan, silahkan intip  disini.

10 comments

  1. Dulu banget pernah ke Muara Angke untuk beli seafood. Abis itu kapok ke sana lagi hehehe.

    Btw, itu di kapalnya udah kaya kerupuk ya, Mak, sempit-sempitan begitu o_O

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mak, kalau suasananya begitu mah, bikin orang ogah mau kesana lg. Untuk Mak Sari cuma beli Seafood, apa kabarnya kalau ikut jejal-jejalan jg diatas kapal..? hahaha... Bakalan trauma berat ntar, hihihi...

      Delete
  2. wow...empel-empelan penumpang kapalnya..sumpek dan semrawut kayak ikan teri dijemur pdhl ada di ibu kota ..ck.ck.ck

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya..begitulah Suasana Muara Angke dan kapalnya.....Gak masalah sebenernya kalau didalam dak kapal empel-epelen, tapi mbok ya kondisi pelabuhannya gtu lo yg dibenahi....biar org gak trauma mau kesana lagi, hehehe

      Delete
  3. ya ampun sampai segitunya ya...klu saya mungkin sudah pingsan tuh...tp seru jg ya sesekali itu berbaur menaiki transportasi laut yg merakyat gitu jadi tau kondisinya...ah jadi rindu jg waktu aktif di lapangan...klu ada kegiatan di luar sekalian liburan hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mak Ana.... sebenarnya seru-seru aja, cuma ya itu kondisi pelabuhan dan dermaga yang kumal, gak cantik sama sekali, itu yang bikin capek dech...hehehe.... Oh ya, Mak Ana dulu aktif dikegiatan mana nih, suka bepergian juga ya..Asyik ya Mak, tugas sambil liburan, hehehe

      Delete
  4. Tempat yang slalu sibuk karena tempat berkumpulnya manusia
    Terima kasih reportasenya
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih Pakde Cholik atas kunjungannya, salam hangat kembali dari Jakarta, hehehe..

      Delete
  5. paling males ketempat ini kalau abis hujan duhh beceknya ngak nahan hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Walah, gak hujan aja begitu mbak, apalagi kalau hujan, gak kebayang deh.. Selain semrawut,ada tambahan lain ya, celana dan alas kaki kita ikutan kotor...Duh...

      Delete

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..