“Jarak Yang (tak) Pendek”




Pernahkah Anda menuju pasar atau supermarket besar yang jaraknya lumayan jauh dari rumah dengan berjalan kaki?

Selama ini Anda melaluinya dengan kendaraan, iseng-iseng mau gak mencoba jalan kaki? Atau sebaliknya, ketika menuju ke tempat perbelanjaan itu, Anda naik kendaraan umun, trus pas pulangnya jalan kaki?

Nah, saya melakukannya hari ini. Capek? Pastinya! Walau tak sampai teler-teler banget... 
 
Di saat orang-orang menikmati liburan hari ini, saya justru... yah... liburan juga sih....Tapi liburan dengan nge-tread mill, hehehe..

Hal iseng yang saya lakukan itu demi membakar kalori dan membayar hutang tubuh untuk olahraga yang sudah 3 bulan ini tak saya lakukan, karena jatah ngegym (baca: Voucher) sudah habis, xixixxi.

Kebetulan juga banyak teman-teman yang mengomentari tubuh saya yang mulai memelar lagi. Iih, emang iya sih, saya juga ngerasa. Nah, karena tak mau melar kebablasan seperti  dulu lagi, makanya saya hajar dengan kardio di jalanan, heheh....

Karena bukan apa-apa. Saya dulu gemuk aduhai. Dan Alhamdullilah sekarang udah kurusan. Berat badan saya udah turun sekitar 18 kiloan. Gak mudah untuk menurunkan atau memangkas lemak yang betah bercokol ditubuh saya yang bohai aduhai ini, wkwkkwkw…… Makanya, ketika sudah ada gejala-gejala badan mulai membengkak lagi, saya akan tahan tubuh saya supaya gak melar lagi. Salah satunya, ya, dengan cara jalan kaki.

Sekitar jam 11 siang saya berangkat dari kos-kosan di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur menuju ke supermarket yang ada di kawasan Rawamangun, tepatnya di Jalan Balai Pustaka Timur. Saya ke sana naik kopaja/ transportasi umum. Kalau harus menggunakan angkutan umum, pasti jaraknya tidak dekat dong, ya.
 
Setelah mendapatkan apa yang ingin dibeli di supermarket yang besar dan ramai itu, saya pun pulang. Namun, tak seperti ketika keberangkatan, kali ini saya pulang menuju kosan, dengan berjalan kaki. 

Jalan kaki?

Ya, sudah lama saya punya keinginan ini. Tapi baru kali ini tercapai. 
 
Ahaaii…. Saya menyusuri jalanan dari kawasan Rawamangun menuju Utan Kayu, yang jaraknya 2 hingga 3 kilometer, sambil menjinjing belanjaan yang lumayan berat. Ada beberapa buah-buahan berbobot berat yang saya beli, dan jumlahnya lumayan banyak. Tapi, saya sengaja. Supaya lebih banyak lagi kalori yang terbakar. Karena semakin berat beban yang dibawa, semakin banyak energi yang dikeluarkan. Itu artinya, akan banyak lemak yang terbakar. Iya, kan?
Sebenarnya, apa yang saya lakukan itu, tak terlalu memberatkan. Karena selama ini saya sering lari dan jalan kaki cepat  di atas alat tread mill yang ada di salah satu tempat gym terkemuka di Jakarta tempat saya berolah tubuh. Bahkan, dalam hitungan angka yang tertera dilayar alat gym tersebut, kardio yang saya lakukan sering menembus jarak 6 hingga 10 kilometer, dalam waktu 45 hingga 60 menit. Nah, kalau cuma sekedar menembus jarak 2-3 kilometer  saja, kenapa saya mesti tak sanggup?

Sama aja toh? Hanya saja, kalau tread mill di tempt gym, suasananya adem, ada musik jedak-jeduk, bisa nonton TV, dan gak kena polusi pastinya. Tapi, apa yang saya jalani siang tadi, harus bergumul dengan asap kendaraan dan debu. Untungnya cuaca siang tadi sungguh bersahabat. Tidak panas, bahkan mendung tapi tak hujan. Jadi, itu yang membuat saya lebih kekeuh lagi untuk jalan kaki. Karena, kalau panas biasanya kita cepet teler ya…heheh.. Padahal saat itu jam 12 siang, lho. Dimana kalau di hari-hari biasa, jam segitu mah, matahari sedang bertengger di atas kepala dan sedang melemparkan hawa panas dahsyat. 
 

Nah, baru sekitar 1 kilo perjalanan dari Tip Top menuju tempat tinggal, saya sempat mampir  sebentar kejajanan pinggir jalan yang ada di depan Pasar Sunan Giri. Sebenarnya bukan untuk istrirahat, tapi untuk mencicipi pempek Palembang yang murah meriah dan lumayan enak, yang juga langganan saya. Ada beberapa gerobak pedagang yang berjejer di sepanjang trotoar pasar tersebut. Dari bakso, warteg, gorengan, dsb. 

Ada sedikit cerita nih....

Ketika sudah selesai menyantap 5 lenjer pempek kecil yang harganya seribuan itu, saya merasa haus dan pengen minum. Kebetulan, di sebelah gerobak pempek tempat saya ngetem, ada "Es Cendol Bandung". Begitulah kira-kira tulisan yang tertempel digerobaknya. Sudah lama saya tahu keberadaan es bersantan itu. Tapi, tak pernah saya toleh. Karena saya pikir, pasti rasanya yah..seperti es cendol kebanyakan deh. Makanya malas untuk coba mencicipinya. Tapi, ketika melihat ada beberapa pembeli es itu yang kayaknya cukup menikmati rasa cendolnya, dan kebetulan saya yang juga haus, makanya saya coba beli tuh es cendol Bandungnya.

Pas memesannya, si mas yang jualan bilang, “Mau pake durian atau gak, Mbak?” Oh, saya kaget, ada duriannya juga toh? Karena saya emang penggila durian, tanpa berfikir panjang lagi, saya pun meng-iyakan. Ouw, tak hanya durian lo, rupanya pake ketan juga. Ehhmm.., mungkin inilah makanya disebut Es Cendol Bandung. Mungkin memang khasnya Kota Kembang begitu kali ya, pake ketan dan durian. Tapi, mantap euy ! Heheh..

Setelah saya santap. Dudududu….enaaaakkkkk tuenan rek. Manisnya gak nyelekit. Tapi, pas! Rasanya tak kalah dengan cendol yang ada di mall, bahkan mungkin enakan minuman pinggir jalan ini kali.  Yang lebih, kaget lagi, harganya ternyata cuma 8 ribu perak, cuy! Tak sebanding dengan kenikmatan yang saya dapatkan. Andaikan harganya 15 ribupun, saya tetap akan membelinya dan gak akan mengeluh kemahalan. Duh, dalam hati saya, mengapa baru sekarang saya menjajal minuman ini. Kenapa gak dari dulu??

Setelah puas menciccipi es cendol harga kaki 5 tapi rasa hotel bintang 7 itu, sayapun melanjutkan kembali perjalanan pulang. Melewati pemakaman umum, kampus UNJ (Universitas Negeri Jakarta), pom bensin dan menyebrang lampu merah jalan raya simpang Utan Kayu, melintas di depan kantor pos, apotik, warteg/restoran dan puluhan ruko dan perkantoran  yang berjejer di sepanjang jalan Utan Kayu, hingga sampailah saya di titik akhir,  heheheh.

Yauw..tak sampai 40 menit perjalalan dari Tip Top, sampai juga diriku ke kosan indah. Saya langsung cerita ke teman kos, tentang perjalanan saya siang tadi. Tapi, mereka tak percaya. "Tip top itu jauh mbak, gak mungkin..gak mungkin... mbak Eka ngelakuinnya"! Begitulah celetukan mereka. 

Biarlah, kalau mereka tak percaya. Yang penting saya sudah melakukannya. Yes! Saya senang sekali sudah bisa membuktikan, setidaknya pada diri saya sendiri bahwa saya bisa. Yuhuu ! 

Yah, itulah sedikit kisah saya hari ini. Kisah yang tak sengaja, walau sudah lama direncanakan.

Terimakasih Tuhan, untuk cuaca yang mendukung. Hingga saya bisa  melakukan jalan kaki dengan jarak (tak) pendek ini. Kebetulan pula hari ini, adalah hari libur nasional, bertepatan dengan peringatan Kenaikan Isa Al Masih, jadi jalanan lengang. Dan saya bisa melenggang ringan ketika harus melewati lampu merah untuk menyebarang jalan, hihihihi. …

Akankah saya mengulanginya lagi?
 
Semoga….

Kalau berjalan jauh di atas salju, bijimane ya rasanya?

2 comments

  1. Suatu saat saya pasti akan kalahkan rekor saudara! Saya akan jalan lebih jauh lagi!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, jeng Wydia akan memecahkan rekor berjalan kaki dari mana kemana nih ya..apa dari tanjung Priok ke Monas? hahahaha...tapi..ya kenapa tidak..?aku yakin kakimu sudah terlatih kok, hihihihi...

      Delete

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..