Banyak
orang yang beranggapan, kalau sudah berusia diatas 50 tahun, bearti
waktunya buat pensiun, buat berleha leha menikmati hari tua, atau
waktunya bermain dengan anak cucu di rumah tua nan asri hasil jerih
payah bertahun tahun kerja, dan dikelilingi oleh anak menantu
yang sukses.
Tapi,
ini sepertinya berlaku bagi orang -orang yang mumpuni alias orang
kaya. Sementara, bagi orang tak mampu, sepertinya tak terbatas usia
untuk mencari pekerjaan atau bekerja. Dimana ada lahan pekerjaan,
disitulah akan digarap. Dimana ada kesempatan, disanalah akan
dimanfaatkan.
Begitulah
yang terjadi dengan teman satu kosan saya, yang biasa kami panggil
Nek Laksmi. Kok Nenek? Yah, Nek Laksmi anak kos paling senior dikosan
sederhana saya. Usianya hampir sama dengan umur negara Republik
Indonesia tercinta ini, 65 tahunan. Namun diusia yang sudah sepuh
itu, ia masih aktif bekerja. Walau status pekerjaannya freelance,
itupun kadang dapat kadang juga tidak, tergantung orderan/permintaan
dari yayasan tempatnya bernaung.
Nek
Laskmi bekerja sebagai suster atau perawat yang bertugas 'mengasuh' orang-orang jompo yang sakit. Entah itu merawat
pasiennya dirumah sakit, atau di rumah pasien itu sendiri. Meski,
usianya juga sudah tergolong jompo, namun ia masih gagah dan semangat
merawat orang- orang yang seusia dia juga.
Keriput diwajahnya tak bisa menutupi usianya yang harusnya tak perlu keras bekerja lagi. Namun, mau tak mau harus ia lakoni, karena suami tercinta telah meninggalkannya beberapa tahun yang lalu, sementara ia masih punya anak usia sekolah yang harus dinafkahi. Itu akhirnya yang memutuskan ia merantau di Jakarta, dan terdampar di kos-kosan tempat kami mondok.
Keriput diwajahnya tak bisa menutupi usianya yang harusnya tak perlu keras bekerja lagi. Namun, mau tak mau harus ia lakoni, karena suami tercinta telah meninggalkannya beberapa tahun yang lalu, sementara ia masih punya anak usia sekolah yang harus dinafkahi. Itu akhirnya yang memutuskan ia merantau di Jakarta, dan terdampar di kos-kosan tempat kami mondok.
Gajinya
sebagai suster, hanya sekitar 1 hingga 1,5 juta rupiah perbulan.
Bayangkan, dijaman sekarang, uang segitu dapat apa sih? Untuk bayar
kos saja 250 ribu perbulan. Sisanya? Untuk ongkos ya disitu, untuk
makan dan keperluan lain juga disitu. Meski begitu, ia masih bisa
menyisihkan sedikit uangnya untuk dikirim ke kampung untuk keperluan
biaya sekolah anak dan keluarganya. Jika ada sisa, ia tabung. Entah
bagaimana ia memainkan lingkaran uang yang jauh dari UMR itu,
nyatanya ia tetap survive dari hari ke hari.
Ada
kalanya Nek Laksmi mendapat rezeki lebih, entah karena diberi tips
lebih oleh pasiennya, atau dapat job lain. Kalau sudah begitu, ia
merayakannya dengan masak lauk pauk yang banyak, lantas dibagikan
dengan anak- anak kos yang lain. Aha, saya dan anak- anak kos senang
dong, karena bisa berpesta pora dengan makanan Nek Laksmi. Ah, dengan
gaji sekecil itu, dia masih sempat berbagi rezekinya. Makasih ya, Nek...
Nek Laksmi, ketika berkumpul bersama anak kosan |
Namun,
sedihnya jika ia tak dapat job sepanjang bulan itu. Ia pasti bingung
dan blingsatan. Karena toh, uang simpanannya pasti tak kuat untuk
menopang hidupnya di Jakarta, meski untuk dia sendiri sekalipun.
Kalau sudah begitu, Ia menelpon yayasan atau pegawai dirumah sakit
tempat yayasan itu bernaung, agar segera dicarikan kerjaan.
Beruntunglah, ada saja rezeki Nek Laksmi. Usai menelpon yayasan,
selalu ada saja order untuk dia. Dan akhirnya ia kembali bekerja.
Kadang satu bulan ia menghilang dari kosan, karena harus
menginap atau standby dirumah pasiennya. Kadang juga sampai 3 bulan,
tergantung permintaan dan kondisi kesehatan pasien. Ketika sudah
kembali ke kosan, ia selalu bawa oleh- oleh, entah itu buah apel,
pisang, salak pondoh atau jajanan lain, dan dia selalu berbagi bersama
kami.
Yah,
itulah Nek Laksmi, di usianya yang sepuh, masih giat untuk bekerja.
Di saat orang lain seusianya sudah duduk manis dirumah, bermain
bersama cucu, tinggal menunggu suntikan dana dari anak-anak
yang sudah sukses, tinggal dirumah yang layak dan adem. Sementara Nek
Laksmi, memilih tinggal dikos- kosan sederhana bersama dengan 16 anak
kos lain yang semuanya cewek berusia sekitar 18-30 tahunan. Itu semua
ia lakukan demi menopang kehidupan ia dan keluarganya dikampung.
Suasana kosan sederhana kami |
Kala lebaran tiba, jika ada ada rezeki lebih, ia akan pulang kampung. Tapi kalau uangnya pas-pasan (karena order pekerjaan yang tak tentu), ia memilih berlebaran saja di kosan, bersama anak-anak kos lain yang kebetulan juga sedang tak pulang kampung. Seperti lebaran tahun kemarin, ia memilih berlebaran di kosan, kebetulan saya juga sedang tak pulkam. Jadilah kita merayakan lebaran bersama-sama. Ya, Nek Laskmi selalu bersama-sama kami, usia tak menghalanginya untuk bergaul bersama orang-orang yang usianyanya jauh dibawahnya. Pun, jika ada salah satu anak kos yang merayakan ulang tahun, Nek laksmi pun ikut bergabung, layaknya usia sebaya, hehehe..
Ada Teman kos yang Ultah, Nek Laksmi juga ikut ngerjain ! |
Melihat
Nek Laksmi, kadang saya malu sendiri. Saya yang masih muda terkadang
malasan–malasan untuk bekerja. Malas bangun pagilah, malas
berangkat ke kantor atau mengeluh, ini dan itu. Begitulah kelakuan
saya dan anak- anak muda jaman sekarang. Padahal usia kami, bahkan
belum separuh usianya.
Tiga
tahun sudah saya tinggal satu atap bersama Nek Laksmi di kosan
sederhana kami, didaerah utan kayu, Jakarta Timur. Selama itu, saya
mengambil contoh dan pelajaran dari beliau. Ya, Nek Laksmi memberikan
contoh, bahwa bekerja, memang tak mengenal batas usia, jenis
kelamin, ataupun keadaan. Selagi hayat masih dikandung badan, selagi
masih di berikan tenaga dan pikiran oleh Tuhan. Selagi itu juga kita
harus tetap giat bekerja.
Dan
saya berdoa, suatu saat nanti, jika usianya sudah tak sanggup
lagi bekerja, mudah- mudahan ada jalan untuknya agar ia bisa tetap
mendapatkan makanan, tempat tinggal dan hidup yang layak. Selamat
berjuang Nek. Kau memberi inspirasi buat kami yang masih 'separuh
jalan' ini.
Tulisan ini, saya kirimkan
juga ke Majalah PESONA, salah satu Majalah bulanan Wanita yang
populer di Indonesia. Alhamdullilah, sudah dimuat di Edisi Maret
2013, di halaman "JEDA". Ingin melihat seperti apa tampilan
ceritanya dimajalah. Silahkan intip di sini ya...
Mba Eka, saya butuh pengasuh untuk jaga anak saya. Apakah kira2 Nek Laksmi bersedia? Saya sudah pernah pkai pengasuh yg usianya muda, tapi malah kurang cocok. Mohon diinfo no contact Nek laksmi, jika beliau bersedia menerima tawaran saya.
ReplyDeleteNanti saya tanyakan dulu dgn beliau ya mbak....makasih..
DeleteMbak, maaf saya sudah menanyakannya dg Nek Laksmi, namun beliau masih belum mau, karena masih sibuk juga dgn jobnya yg sekarang. Maksudnya dia masih ada tugas juga tuk merawat pasiennya. Makasih..
Delete