Saya hanya nyengir mendengarkannya.
Mesti ia tak cerita kenapa uangnya habis saat pulkam, tapi saya sudah
bisa menebak apa yang terjadi, hehehe. Walapun saya bukan
cenayang, tapi yang namanya cewek mah, insting soal keuangan
nalarnya tinggi, hihiih
Ya, pulang kampung ketika lebaran,
biasanya buat beberapa orang, selain untuk silaturahmi, identik pula
dengan gaya gidup yang boros, foya foya dan royal. Terutama royal
untuk bagi-bagi duit alias salam tempel. Untuk alasan terakhir, ya
boleh saja, memang sudah jadi tradisi, tapi kalau kebablasan salam
tempelnya, walah bisa bikin kantong kita sakit dan menjalar hingga ke
hati. Untuk memberi angpao pada anak kecil, misalnya, tak perlu
berlebihan. Usia di bawah 7 tahun, cukup beri kisaran Rp.5000-Rp.10.000 saja. Toh, sebenarnya mereka belum memahami arti
uang itu sendiri.
Berbeda dengan teman saya yang pulang kampung, meski katanya uangnya habis, tapi paling tidak ia bisa bertemu dan berkumpul bersama keluarga tercinta. Namun, saya justru tidak menikmati itu, karena tak pulang kampung. Ya, saya menikmati lebaran di ibu kota, kampungnya Om Benyamin S, karena ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan. Cuti tak diberikan oleh atasan, tak mengapa. Alasannya cukup masuk akal dan manusiawi. “Gak ada orang, dan harus bergiliran. Yang dapat jatah cuti lebaran tahun ini adalah yang tahun kemarin gak pulang kampung. Tahun kemarin, kamu pulang kampung, kan?” begitu alasan atasan saya.
Berbeda dengan teman saya yang pulang kampung, meski katanya uangnya habis, tapi paling tidak ia bisa bertemu dan berkumpul bersama keluarga tercinta. Namun, saya justru tidak menikmati itu, karena tak pulang kampung. Ya, saya menikmati lebaran di ibu kota, kampungnya Om Benyamin S, karena ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan. Cuti tak diberikan oleh atasan, tak mengapa. Alasannya cukup masuk akal dan manusiawi. “Gak ada orang, dan harus bergiliran. Yang dapat jatah cuti lebaran tahun ini adalah yang tahun kemarin gak pulang kampung. Tahun kemarin, kamu pulang kampung, kan?” begitu alasan atasan saya.
Betul sih, saya tahun kemarin sudah
pulkam, dan betul juga...kalau semuanya pada cuti saat lebaran,
siapa yang ngurusin kantor.? Itulah emang resikonya bekerja di media,
khususnya bagian redaksi, gak peduli hari raya, hari besar atau
tanggal merah, ya oprasional kantor tetap berjalan. Namun, ini juga
tak masalah, karena sudah menjadi pilihan saya. Pilihan yang membuat
saya tak bisa membantu keluarga membuat opor ayam dan membentuk
puding saat malam takbiran. Pilihan yang mengharuskan saya mengikuti
aturan kantor, yang disaat lebaran orang pada kumpul keluarga, saya
malah sibuk membuat berita, ngejanjiin nara sumber, ngurusin medsos
kantor dan sebagainya.
Eh, tapi...Meski saya tak berlebaran di kampung,
namun lebaran ala anak kos di perantauan, ada hikmahnya juga lho. Apa
itu...?
Karena gak pulang kampung....Saya jadi hemat uang
makan. Kenapa?Karena warung makan pada tutup semua, hahaha. Iya
dong, yang punya warung juga pengen lebaran juga di kampung, jadi
gak mungkin mereka kekeuh merekeuh tetap nyari rezeki.
Ya,. jelang H-3 lebaran cuma
ada 1 warung makan yang ada di dekat kos yang buka. Walhasil, saat
sahur dan waktu berbuka, itu warteg ramainya minta ampun, karena
warungnya gak ada saingan, hehehe. Saya dan teman kos yang ikut antri
pun harus bersabar menanti giliran dilayani, sambil was-was kalau
lauk yang diincer bakal kehabisan, hihihih. Malah, pas hari H lebaran,
saya sama sekali tak melihat orang jualan makanan. Kalau ingat ini,
betapa banyak jasa orang-orang yang membuka dagangan makanan ya.
Cuma, kalau lagi bertaburan yang jualan, kita gak ngerasain hikmahnya,
tapi kalau pas lagi pada tutup semua, alamak, bisa cenat cenut hati eike.
Nah, karena pilihan tempat membeli makanan
terbatas, jadi saya harus masak sendiri. Untunglah saya punya rice
cooker dan pancil listrik kecil. Sejak H-3 lebaran, tepatnya sejak saya mengetahui warung
makan sudah pada tutup, saya mensiasatinya dengan masak sendiri. Saya siapkan beras, mi instan, sarden, lauk instan yang awet seperti sambal
kentang campur teri dan abon ikan. Nah, dengan masak sendiri, saya
bisa hemat berkali lipat.
calon lauk instan ala anak kos..;) |
Biasanya, hampir setiap hari saya membeli
makanan di resto/warteg. Dalam sehari, saya menghabiskan
Rp.20.000-Rp.40.000 untuk urusan makan nasi plus lauk pauk, plus
cemilan seperti jus dan snack. Untungnya saya
cuma dua kali makan dalam sehari. Selain untuk hemat dan gak bablas, juga supaya badan saya gak
melendung parah, hehehe... Hikmah lainnya, dengan memasak sendiri
secara tak langsung saya sudah mengolahragakan tubuh.
Karena gak pulang kampung,... Saya bisa melihat suasana lebaran di Jakarta. Sepi memang, tak seramai dan semeriah kalau lebaran di kampung. Namun, di hari raya ini, saya bisa berjabat tangan dengan tetangga sekitar kosan yang tak sengaja ketemu di jalan. Kalau bukan karena momen lebaran, kayaknya susah deh mau jabat tangan dengan warga kampung di kosan, hehehe...satu lagi hikmah gak pulkam nih.....
Oh ya, saat pulang kerja, dan sedang menunggu angkutan umum untuk pergi ke suatu tempat di lebaran pertama, saya bertemu dengan si nenek penjual gado-gado. Usianya sekitar 80 tahunan. Setiap hari, Ia menjual gado-gado dengan nampan bambu yang ditaruhnya di atas kepala. Di punggungnya, dia membawa bakul yang isinya buah-buahan seperti pisang, salak dan lain-lain. Sementara tangan kirinya membawa krupuk kuning, sebagai pelengkap gado-gado. Tiada lelah ia menyisir Jakarta. Beberapa kali saya membeli dagangannya. Yang saya beli adalah pisang dan salak. Kenapa? Karena buah ini berat euy, jadi kalau saya membelinya, paling tidak bisa mengurungi beban punggungnya yang sudah renta itu..
Saat bertemu dengannya di hari raya lalu, saya senaaaangg sekali bisa bersalaman dengannya. Senaaaanng juga rasanya, saat melihat tubuh tuanya tanpa membawa nampan, bakul, dan sekarung besar krupuk. Ya, lebaran adalah moment dimana ia sejenak melepaskan beban fisik dan psikisnya untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya. Ia melangkah santai seolah tanpa beban. Kali ini, jalannya tampak lebih cepat dari biasanya, karena tanpa si gado-gado, si salak dan si pisang yang ia panggul.
"Saya tadi dari rumah si... tapi ia gak ada..", begitu katanya saat kami ngobrol di pinggir jalan. Sayang saya tak bisa banyak ngobrol dengannya karena pendengarannya yang sudah menurun, jadi apa yang ia jawab, terkadang tak sesuai dengan pertanyaan saya. Tak lama, angkot yang saya tunggu sudah tiba, saya harus meninggalkan si nenek. Dari jauh saya meihatnya berjalan, kakinya seperti sudah tak kuat menopang tubuhnya. Namun satu hal yang masih dipunyai si nenek sampai saat ini, yakni kesehatan, Ya, diusia yang sudah 80 tahun masih sanggup mengitari Jakarta, meski tertatih-tatih, itu adalah hal yang luar biasa. Ah, nenek, kapan lagi melihatmu berjalan tanpa membawa dagangan sebanyak itu...?
Karena gak pulang kampung, uang THR dari kantor
pun aman. Uang itu, sedianya adalah jatah ongkos transport PP naik
pesawat, andai saya mudik. Berhubung gak mudik, jadi uangnya saya
sisihkan untuk ditabung, dan selebihnya dibelikan gadget yang saya
butuhkan, yang memang sudah harus diganti, tanpa mengganggu tabungan saya. Dan gadget ini untuk menunjang aktifitas, pekerjaan dan hobi saya. Jadi bukan untuk
gaya-gayan, tapi memang saya membutuhkannya.
Karena gak pulang kampung, Saya tak membeli baju baru. Hemat, kan..? hehehe. Tapi, bukan hanya itu alasannya. Kebetulan baju lebaran tahun lalu masih bagus. Lagi pula, orang-orang juga gak akan tau kok, baju yang kita pakai adalah baju baru atau baju lama. Yang penting masih bagus dan rapi, plus warnanya gak pudar. Iya, kan.... Apalagi, lemari ala anak kos yang kecil, sudah tak cukup lagi untuk menampung baju yang baru. Takut lemarinya meledak. Apalagi, tahun kemarin saya beli dua baju lebaran, ealaaah, yang dipakai malah cuma selembar doang, dan malah baju itu belum pernah dipakai sama sekali sampai sekarang. So, bisa nahan nafsu gak beli baju lebaran itu, sesuatu banget, lho.
Karena gak pulang kampung,... Saya jadi rajin
beres-beres kamar kos dan kamar mandi kos. Ya, sebagian besar teman-teman kos
pada pulkam dan liburan, saya kok jadi bengong ya di kosan sendirian.
Dari pada bengong, saya gunakan waktu untuk beres-beres kamar kos dan
menyikat kamar mandi. Jadi bersih deh, tubuh pun sehat dan
segar. Berdasarkan penelitian, membersihkan kamar mandi itu bisa
membakar 200an kalori per jam, lho. Sedangkan merapikan tempat tidur,
membakar 130 kalori per jam. Selain itu, kebersihan juga
sebagian dari iman, kan..? Jadi, cakep banget kan, ya, moment lebaran,
saya bersih-bersih dan meningkatkan iman, meski hanya di dalam kost.
Ternyata banyak juga hikmahnya lebaran
tak pulang kampung.
Eh, sedihkah..?
Ehm..... sedikit sih.....gak banyak..:)
Tapi...
Karena gak pulang kampung... Saat malam takbiran, saya menghibur diri dengan menonton televisi yang menayangkan serunya masyarakat di berbagai daerah menyambut lebaran. Sebelumnya, saya deg deg ser menanti pengumuman penetapan hilal oleh Menteri Agama, Lukman Hakim. “Jadi gak ya lebaran besok...?” begitu pertanyaan di hati saya dan pertanyaan dalam benak banyak orang saat menyaksikan siaran langsung sidang isbat yang ditayangkan TV Nasional.
Emosi yang menggelora saat menonton sidang isbat ini, tentu gak akan saya nikmati jika saya pulkam. Ya, saya tak akan seksama mendengarkan penjelasan menteri agama soal usulan dan musyawarah terkait penetapan hilal, yang harus diambil dari berabgai sudut pandang beberapa pihak itu. Dan pihak-pihak tersebut telah disumpah, agar serius dan tak salah memberikan informasi terkait posisi hilal. Wuih keren, baru tau euy kalo mesti pakai disumpah dulu. Itu artinya, penetapan hilal itu tak main-main. Nah, kalau saya pulang kampung, tentu gak akan fokus nonton sidang isbat, karena saya akan bersibuk ria di dapur atau malah mencari-cari bahan makanan yang harus dilengkapi buat persiapan lebaran besok, seperti pengalaman lebaran tahun-tahun sebelumnya, hehehe...
Trus, habis nonton pengumuman sidang isbat, nengok ke teras rumah, eh ada arak-arakan malam takbiran yang di lakukan anak kampung sambil bawa obor gitu. Seru.. Di jalan rayapun ramai sekali riuhnya malam takbiran. Brisik memang. Tapi paling tidak ini momen yang bisa saya nikmati saat malam takbiran di Jakarta dengan suasana yang berbeda. Dan ini bikin saya bahagia.. Lupa, kalau besok saya lebaran gak bareng dengan keponakan-keponakanku yang lucu... Lupa, kalau besok gak bakal sungkeman sama orangtua dan saudara....
Eh, sedihkah..?
Ehm..... sedikit sih.....gak banyak..:)
Tapi...
Karena gak pulang kampung... Saat malam takbiran, saya menghibur diri dengan menonton televisi yang menayangkan serunya masyarakat di berbagai daerah menyambut lebaran. Sebelumnya, saya deg deg ser menanti pengumuman penetapan hilal oleh Menteri Agama, Lukman Hakim. “Jadi gak ya lebaran besok...?” begitu pertanyaan di hati saya dan pertanyaan dalam benak banyak orang saat menyaksikan siaran langsung sidang isbat yang ditayangkan TV Nasional.
Emosi yang menggelora saat menonton sidang isbat ini, tentu gak akan saya nikmati jika saya pulkam. Ya, saya tak akan seksama mendengarkan penjelasan menteri agama soal usulan dan musyawarah terkait penetapan hilal, yang harus diambil dari berabgai sudut pandang beberapa pihak itu. Dan pihak-pihak tersebut telah disumpah, agar serius dan tak salah memberikan informasi terkait posisi hilal. Wuih keren, baru tau euy kalo mesti pakai disumpah dulu. Itu artinya, penetapan hilal itu tak main-main. Nah, kalau saya pulang kampung, tentu gak akan fokus nonton sidang isbat, karena saya akan bersibuk ria di dapur atau malah mencari-cari bahan makanan yang harus dilengkapi buat persiapan lebaran besok, seperti pengalaman lebaran tahun-tahun sebelumnya, hehehe...
Trus, habis nonton pengumuman sidang isbat, nengok ke teras rumah, eh ada arak-arakan malam takbiran yang di lakukan anak kampung sambil bawa obor gitu. Seru.. Di jalan rayapun ramai sekali riuhnya malam takbiran. Brisik memang. Tapi paling tidak ini momen yang bisa saya nikmati saat malam takbiran di Jakarta dengan suasana yang berbeda. Dan ini bikin saya bahagia.. Lupa, kalau besok saya lebaran gak bareng dengan keponakan-keponakanku yang lucu... Lupa, kalau besok gak bakal sungkeman sama orangtua dan saudara....
Lebaran tadi, gak ketemu sama ponakan yang satu ini.. |
Karena gak pulang kampung,...
Apakah saya gak bisa makan ketupat opor..?
Apakah saya gak bisa makan ketupat opor..?
Bisa dong, saya bisa banget makan makanan khas lebaran ini, di hari pertama lebaran pula. Ya, atasan saya
mengirimkan ketupat dan kuah opor plus kue-kue ke kantor, untuk teman-teman yang masuk kerja dihari lebaran. Lumayan, makan ketupat gratis. Eh, siang harinya, Big Bos malah mengirimkan makanan paket nasi fried chicken yang uenak....walah, nampol nampol perut deh. Tuh, kan saya jadi malah hemat, karena tak perlu memikirkan beli yang instan-instan untuk pengganjal lapar.
Trus, di hari lebaran kedua, eh, malah dikasih ketupat pula sama ibu kos, buat anak-anak kos yang sama nasibnya seperti saya, gak pulang kampung, hehehe.... Hemat lagi, kan..?
Trus, di hari lebaran kedua, eh, malah dikasih ketupat pula sama ibu kos, buat anak-anak kos yang sama nasibnya seperti saya, gak pulang kampung, hehehe.... Hemat lagi, kan..?
Ini ketupat dari bos kantor |
Ternyata, lebaran anak perantauan di kampung orang, bisa memberikan banyak hikmah, bahkan, memberikan hal-hal yang lebih baik dari sebelumnya. Saya bisa berhemat, bisa membeli barang yang saya butuhkan, lebih akrab dengan warga seputar kosan, bisa ngobrol dan saliman sama si nenek penjual gado-gado. Hmmm.., lebaran di perantauan gak harus sedih banyak ya, cukup dikit aja sedihnya...
Kata teman saya, sedih itu, jika ...... saya gak punya tabungan, gak bisa beli makan, gak punya pekerjaan dan gak mampu bayar kos. Alhamdullilah saya masih bisa menanganinya. Bisa jadi, ini karena saya lumayan bisa melayani diri dengan memanage perasaan, waktu, kesempatan dan keuangan dengan baik, hingga saya bisa bertahan 10 tahun hidup di Jakarta, jauh dari keluarga. Pada akhirnya, hal yang saya alami ini untuk melatih agar belajar menyesuaikan diri dengan situasi apapun, membuat rasa sedih jadi gembira...:))
Kata teman saya, sedih itu, jika ...... saya gak punya tabungan, gak bisa beli makan, gak punya pekerjaan dan gak mampu bayar kos. Alhamdullilah saya masih bisa menanganinya. Bisa jadi, ini karena saya lumayan bisa melayani diri dengan memanage perasaan, waktu, kesempatan dan keuangan dengan baik, hingga saya bisa bertahan 10 tahun hidup di Jakarta, jauh dari keluarga. Pada akhirnya, hal yang saya alami ini untuk melatih agar belajar menyesuaikan diri dengan situasi apapun, membuat rasa sedih jadi gembira...:))
Tips bagi yg gak mudik, kesempatan buat anda membuat warung makan karena saingan pada pulang semua ... Itu namanya rejeki musiman, hehehehehe
ReplyDeleteYes, setuju akuh, yoi, terutama buat yang tidak merayakan lebaran ya, bisa banget tuh jualan makanan dadakan, demi memenuhi hasrat anak kos yang tak pulang kampung, hehehe
Deleteada hikmahnya juga ya lebaran nggak pulang kampung hehe
ReplyDeleteyoi...dompet aman, hihihi
Deleterejeki dari alloh ya mba jadi jangan di tolak :D
ReplyDeleteiya, rezeka dari mana-mana , bisa saliman sama beberapa warga kampung di kosan, itu juga rezeki, lho..;)
DeleteHehehe, aku belum pernah sih nggak pulang kampung. Soalnya kan bisa ketemu sodara di kampung cuma setahun sekali. Jadi bisa gak bisa ya tetep disempetin pulang :D
ReplyDeleteWah enak tuh Mi, tapi kalau kerja di media, kadang ya gitu, meski giliran sama yang lain..:)
Deleteaku merasakan mudik sejak nikah mbak, ada plus minusnya ya. minusnya berat di ongkos heheh
ReplyDeleteWah, bearti mbak Lidya masih gadis di Jakarta aja nih ya lebarannya, heheh sekrg mudiknya kemana mbak...? Kampung suami nih pasti ya...hehehe
Deletesek sek sek..mbak eka..aku gagal fokus ama kecantikanmu wkwkwkwk...baju ijo dengan senyumannya..cantik sekali...hehehe
ReplyDeletewkwkwkkw, baju ijonya yang bikin cantik, hehehehe makasih ya buat vouchernya kemarin...blm diambil sih, mudahan mudahan lancar waktu ngambilnya, hehehe.. Amin:)
DeleteWah aku kalo lebaran wajib pulang, mbak :-D
ReplyDeleteWalau tahun ini pulangnya sehabis lebaran :-D
harusnya emang diwajibin nih pulang kalao lebaran, tapi apalah daya.. aku juga pernah tuh Rul pulang saat hari H lebaran, gara gara salah setting cuti, tapi tiket pesawat sdh terlanjur dibeli hahaha..asiknya pulkam itu kan, waktu H-2 atau H-1 kan ya.. :)
Deletekalau saya kayanya galau jika lebaran di perantauan .. minimal dirumah sendiri sama orang tua ,, ataupun di kampung tempat saudara kakek dan nenek :D
ReplyDeleteUntunglah galauku tersingkirkan karena beberapa hal, Nabil..hehehhe...
DeleteMie instan pasti jadi andalan anak kos yah mba :D
ReplyDeleteMeski gak ikut mudik lebaran, masih bisa icip" makanan khas lebaran ketupat+opor ayam :D
yoi..hidup mi instan....tapi gak setiap hari kok saya makannya, kalau lagi kepengan saja, hehehe karena gak sehat juga kan ya yang serba instan.. tapi untung masih kecicip ketupat lebaran, walau gak pulkam, hehehe
Deleteuang THR aman,tos dulu mbak heheheeh..saya juga g mudik,jadi hari2nya ya makan pakai uang jatah bulanan^^
ReplyDeleteHehehe...mari kita toss dari jauh........ kenapa gak mudik mbak..?
Deleterezeki anak perantauan yaa mba :D hihi
ReplyDeletehehehhe...yoi..:)
Deletewihiii ciamikkk kali mb eka, baju ijonya... ;)) like this
ReplyDeletewahh sedia mienya lumayan banyak yaa
ijo bikin kinclong yak..... mau mienya..?hehehe
Deletebegitulah jadi anak perantauan, ada enak dan gak enaknya..
ReplyDeletega enaknya gaa bisa lebaran bareng keluarga dikampung
enaknya, uang utuh, makan secara gratis :D lengkap sudah kenikmatan anak perantauan :D hihi
wkwkwkwk, kamu perantauan jugakah neng Dewii..? Toss dulu kalo gituuhhh...
Deletekasian... yang ga pulang kampung :)
ReplyDeletehe he he
kalo saya pulang sih, ke kampung rambutan, kampung melayu, kampung bandan, dll...
alias sebelas-duabelas
Beneran kasihan..? Kasih duit dong kalau kasihan... hahahah..... waduh, masak sih pulang kampungnya deket deket sini.. perasaan pas lihat di FBnya, kamu pulkam ke mana gitu ya, sampai ziarah ke makam nenek, kan ya..?
DeleteKita senasib Mba hehehhee
ReplyDeletewew...toss dulu kalo gituh..gimana perasaannya gak pulkam.?? hehehe
DeleteGapapa ya mba taon ini ga pulkam, mudah2an taon depan bisa sungkeman lagi ;)
ReplyDeleteeh, betewe cantik jg mba eka pake baju ijo :p *ting
ho oh..semoga tahun depan aku bisa pulkam yo, Astari.... Makasih doanya ..*ting
Deleteternyata mbak eka cantik juga ya hihi
ReplyDeletemakasih :) hhihihi....
DeleteSaya belum pernah lebaran di kampung orang
ReplyDeleteNah..pengen ngerasain, Pity? hehehe
Deleteresiko bekerja di media ya gitu ya mba
ReplyDeletenikmati saja :)
ho oh..:)
Deletehihihi...aku jd inget masa2 pas msh kos dulu :D.. ga bisa pulangkampung, repot nyari makanan krn penjual ga ada yg jualan ;p.. ah, tp memang lebaran tnp pulangpun ttp seru kok ya mba ;)
ReplyDeleteYang pernah jadi anak kos dan perantauan, pasti ngerasain hal yang aku alami ya mbak, hehehe
Delete