Kaget
saya!
Melihat wanita berkulit hitam, berambut pendek dan tubuh
gempal yang biasa melintas di depan kosan saya, hamil. Tepatnya hamil lagi.
Untuk
kesekian kalinya saya melihat perutnya membesar dalam kurun waktu 4 tahun
ini. Seiingat saya, ada sekitar 3 kali ia mengandung janin dalam rentang waktu
itu. Artinya, jarak antara bayi satu dan lainnya sangat berdekatan.
Apakah
ia termasuk wanita yang subur? Pastinya!
Apa
ia tidak ber KB? Sepertinya begitu.
Apa
ia mengejar target tuk punya anak banyak? Belum tentu!
Apa
ia masih muda? No, ia sudah dewasa, umurnya sekitar 40 tahunan.
Anak
yang keberapa yang sedang ada dalam rahimnya saat ini??
Entahlah...hanya dia dan Tuhan yang tau...
Namun...
Setelah
itu, ketika ia berhasil mengeluarkan orok yang bersemayam 9 bulan
dalam dalam perutnya, entah kemana bayinya? Apakah ia rawat atau
diberikan pada orang lain. Karena saya tak pernah melihat ia
menggendong bayi, pasca perutnya sudah mengempis. Saya hanya melihat
dua anak laki-lakinya yang masih kecil, yang sering diajaknya turut
melintas didepan kosan saya bersama dengannya. Yang besar berumur
sekitar 4 tahun, satunya lagi sekitar dua tahunan.
Ya, dua anaknya dengan usia sebesar itulah yang kurang lebih 2–3 tahun ini
terlihat oleh mata saya. Artinya, bisa saja anaknya yang berumur dua
tahun itu, adalah anak yang telah ia lahirkan dimasa saya tuk pertamakalinya
melihat dia hamil. Bukan untuk
pertama kali dia hamil ya, tapi, pertama kali terlihat
oleh saya dia hamil. Bisa saja, di tahun-tahun yang lalu, sebelum saya
sering melihat wanita itu, ia sudah pernah hamil. Termasuk kehamilan
untuk anaknya yang sekarang usianya sekitar 4 tahunan itu, yang tak
terlihat oleh saya.
Harusnya
dengan 3 kali ia terlihat hamil oleh saya, plus dengan satu anak yang
sudah berumur 4 tahun itu, ya paling tidak saat ini ada 4 orang
anak kecil yang ia punya. Namun, yang terlihat oleh saya, hanya dua
orang anak kecil saja.
Oh,
ya kenapa saya sampai segitu tahunya tentang 'kehidupan” wanita ini.
Karena wanita paruh baya ini, hampir setiap hari melintas di depan kos
dan kantor saya (kantor & kos saya jaraknya berdekatan).
Sepertinya, daerah tempat saya tinggal, adalah “daerah kerjanya”
dia. Makanya, saya jadi tahu dan sering melihat berapa kali ia hamil
dan berapa banyak anaknya...
Namun,
pertanyaannya.... kemana bayi-bayinya yang lain lagi ya...?
Bisa
saja ia berikan pada orang lain. Atau ia titipkan pada keluarganya
atau pada siapa..? Entahlah, yang jelas, kalaupun bayinya diberikan
pada orang lain atau dititipkan di panti asuhan, misalnya... ya wajar
saya sih. Karena mungkin, ia tak sanggup memelihara dan membesarkan
anak dengan kondisi keluarganya yang seperti itu. Ya, seperti itu.
" Seperti
itu?"
Ya,
hampir setiap hari, wanita yang sedang hamil ini, sering saya temui berjalan mengelilingi
satu kampung ke kampung lain, masuk ke lorong demi lorong dan
berhenti tepat di depan bak sampah dimasing-masing rumah yang ia
lalui, termasuk rumah kos saya. Lantas, ia mengais-ngais bak sampah
tersebut untuk mencari barang yang ia inginkan. Kadang, saya bertemu dengan wanita "kuat" itu
sambil memanggul kantong plastik hitam besar dipundaknya, yang sepertinya berisi
botol-botol plastik atau barang yang terbuat dari plastik, bersama
anaknya yang saya ceritakan diatas, yang menuntutinya dari belakang.
Tapi, terkadang
ia jalan sendirian tanpa anak-anaknya, kadangkala juga "berkelana"
bersama suaminya yang sudah berumur sekitar 50 tahun keatas, terlihat
dari uban yang hampir memenuhi seluruh rambutnya. Btw, sebenarnya
saya gak tau itu suaminya atau bukan ya, tapi karena selalu melihat
mereka sering bersama-sama, ya ada kemungkinan itu adalah suaminya.
Mereka melintas dengan mendorong gerobak, yang juga berisi
plastik-plastik bekas dan “peralatan” mereka. Dan gerobak itu
juga berfungsi sebagai tempat ia dan anaknya beristirahat kala
penat.
Saya
sering melihat keluarga kecil ini istirahat didalam gerobak yang biasa mereka bawa, diparkir dipinggir jalan dekat kantor saya, sambil bermain dengan dua
anaknya yang masih kecil. Seolah trotoar itu adalah teras rumah
mereka. Anak-anak kecil itu tak peduli dengan asap knalpot dan gemuruhnya suara riuh mesin kendaraan yang melintas tepat disisi mereka bermain. Mereka tertawa cekikan dan berkejar-kejaran dipinggir jalan, malah. Duh.... Dan orang tua mereka, juga tak malu saling bercengkrama disamping gerobak, sambil melahap nasi bungkus yang mereka beli dari hasil memulung.
Ya, gerobak yang sering mereka bawa-kemana-mana itu, sepertinya sekaligus menjadi rumah mereka. Tempat menidurkan anak-anaknya, tempat mereka menguyah makanan, melepas asa dan mungkin...sory....tempat untuk mereka bercinta juga. Astaghfirullah... Begitu terbatasnya keadaan mereka.
Ya, gerobak yang sering mereka bawa-kemana-mana itu, sepertinya sekaligus menjadi rumah mereka. Tempat menidurkan anak-anaknya, tempat mereka menguyah makanan, melepas asa dan mungkin...sory....tempat untuk mereka bercinta juga. Astaghfirullah... Begitu terbatasnya keadaan mereka.
Menurut
tetangga saya, ia pernah melihat keluarga ini tidur diteras toko
kala malam hari, didaerah arah Jatinegara dengan menggelar alas
seadanya. Ya, bagi keluarga pemulung ini, tentu tak masalah dimana
saja mereka mau tidur. Bisa diteras toko, di pinggir jalan, dibawah
jembatan atau dimanapun. Yang penting ada tempat persinggahan untuk
beristirahat supaya bisa mengumpulkan energi yang akan digunakan tuk
berjuang dihari esok. Berjuang tuk berjalan dengan jarak yang tak
pendek. Berjuang tuk mendapatkan botol-botol plastik
sebanyak-banyaknya agar mereka bisa makan dari hasil mengais-ngais
sampah itu. Dan berjuang agar mereka tak menjadi seorang pengemis
yang dengan santainya meminta-minta pada orang lain. Mereka memilih
hidup dengan jalan terhormat. Meski harus memulung dan
berpanas-panasan.
Rupanya,
masih menurut tetangga saya yang pernah ngobrol sama wanita yang saya
ceritakan disini, mereka sudah punya anak gede usia sekolah, lo.
Namun anak tersebut tinggal dikampung. Jadi, yang hidup di Jakarta
ini, ya mereka hanya mengajak anak-anak yang masih kecil saja.
Artinyaaa.......???
Dan,
ketika kini saya melihatnya hamil lagi dengan masih melakukan
kegiatan memulung.., hati saya miris. Ya, gimana gak miris, mereka
menghidupi dua anak saja, sangat kesulitan. Gimana mau menghidupi satu
orang anak lagi. Lagipula, seharusnya dalam kondisi seperti itu, tak
sepantasnya ia harus selalu berjalan jauh setiap hari mengelilingi
pelosok kota metropolitan ini. Tapi, ya mau gimana lagi, mereka tak
punya pilihan. Hidup terus berlanjut. Boro-boro ia mau memikirkan agar ngidamnya harus terpenuhi oleh sang suami atau berleha-leha di rumah, sambil membaca buku tentang kehamilan dan tumbuh kembang anak, misalnya.
Jangan
ditanya kenapa ia bisa hamil lagi. Kenapa gak ditunda aja dengan ber
KB, misalnya. Yaelah, mau makan saja susah, gimana mau beli pil KB
secara rutin atau mencoba alat kontrasepsi lainnya, apalagi biaya
buat konsultasi ke dokter/bidan. Jadi, ya wajar saja kalau wanita
malang itu terus-menerus hamil “tak terkendali'.
Setelah
ia melahirkan nanti, trus bagaimana nasib bayinya? Ya, itu
tentu sudah mereka pikirkan masak-masak kemana harus “membawa”
bayi tersebut, atau justru akan merawat buah cintanya.
Tapi,
terlepas dari semua itu....
Setidaknya,
ia tak mencoba menggugurkan kandungannya. Bukan masalah ia tak mampu
mencari biaya buat menggugurkan itu janin. Bisa sajakan, ia
menggugurkan kandungannya dengan caranya sendiri tanpa harus
mengunjungi dukun beranak, misalnya. Ia, malah menjaga perutnya yang
semakin membuncit itu, meski harus bersaing dengan rasa capai yang ia
dapat setiap hari. Dia juga hebat mempertahankan janin itu sampai
lahir. Setidaknya, itu yang saya lihat setiap kali ia mengandung. Ya,
disetiap kehamilannya, ia membiarkan perutnya membesar hingga mencapai 9 bulanan. Artinya, ia menyayangi
kandungannya. Ia masih punya nurani perempuan yang luar biasa, meski
ia tau, tak bisa memenuhi semua kebutuhan calon anaknya itu.
Tapi,
bisa saja, untuk kehamilan kali ini, ia akan merawat sang bayi hingga
besar.
hmm, miris ya, mak. kalo anak dititipkan bisa jadi kelak bakal ga tau siapa emaknya.
ReplyDeleteIya Ila, tapi itu semua juga karena keadaan mereka yang terbatas. :)
DeleteBanyak teka teki kalau kita ga tahu persis ceritanya yaaa
ReplyDeleteYoi mak, saya juga msh bertanya-tanya setiap melihat wanita itu.. :)
Deleteyang kaya gini banyak maakkk... menjadikan gerobak sebagai tempat segala rupa... miris... kasihan dengan nasib mereka dan juga anak-anak mereka yang entah kemana...
ReplyDeleteWoh, di tempatmu banyak ya, apalagi di Jakarta seperti ini, kadang lalu lalang aja kita melihatnya. Kasihan :(
DeleteAku ikut salut dan kagum dengan keputusan besarnya utk menjaga janinnya. Sungguh. Tapi, melihat kondisi ekonominya, tetap aku mikir, kenapa nggak dikendalikan. Yah, kondom dan pil KB butuh uang, aku setuju. Kenapa nggak pakai KB tissue ya *if you know what I mean* hehehe. Di tengah kekagumanku pada beliau, tetap aja aku mikir nitip-nitipin anak (atau mungkin dikasihin) juga bukan solusi yang tepat. Just IMHO sih ya mak. Tapi apapun itu, tetap doain semoga kehidupannya dilancarkan dengan rezeki dan kesehatan lebih lagi. AMiinn..
ReplyDeleteMungkin merekapun tak kepikiran tuk pakai KB tissue mak Grace, krn gak punya tissunya bisa jadi, hehehe. Tapi,semoga apapun yg mereka lakukan thdp anak2nya, entah itu mungkin dititipkan atau diasuh sendiri, ya mudah-mudahan ada hikmahnya. Baik hikmah untuk anak itu sendiri, maupun tuk orangtuanya dan juga bagi kita :)
Deletekasihan ya Mbak, tapi mereka enjoy saja menjalaninya :(
ReplyDeleteyo mak..melihat yang seperti ini, membuncahkan rasa bersyukur kita ya.. :)
Delete