"Rendang itu udah enak.
Kalau makan nasi, dan cuma hanya ada rendang
doang, tanpa tambahan lauk yang bermacam- macampun, gak masalah, tetap bisa
memuaskan perut.
Tinggal dicari 'lawan
mainnya' aja, biar tambah lahap makan rendangnya. "
Itu
yang selalu saya lakukan kalau lagi makan rendang, mencari pasangan
yang tepat untuk disandingkan dengan masakan ciri khas orang Minang
ini. Terkadang, kalau lagi gak ada lauk dirumah dan cuma hanya
ada sisa kuah rendang doang, (dagingnya udah lenyap entah kemana),
saya tetap lahap lo makannya. Karena kuahnya itukan berjuta bumbu,
jadi meski makan nasi cuma pake kuah doang, ya, enak enak saja
dilidah saya. Kuahnya yang hitam itu, saya anggap sebagai
pengganti sambal, walau rasanya gak sepedas sambal, karena sudah
berbaur dengan aneka adonan bumbu lainnya.
Rendang & krupuk. Udah! |
Nah,
supaya lebih lahap lagi, saya mensiasatinya dengan mencari pasangan
lauk tepat. Pasangan yang cocok untuk rendang, menurut saya adalah
krupuk dan lalapan pete. Kalau gak ada krupuk, rasanya gimana gitu.
Ada yang kurang deh. Kalau pete sih, ya kadang susah juga nyarinya,
karena gak semua warung atau penjual sayur menjual pete. Tapi, kalau
dah dapat petenya juga, "Alamak, enak kali coy, mertua lewat
kagak bakal noleh deh, saking asyiknya kita melahap masakan yang
berjodoh itu: rendang, pete plus krupuk", kata sepupu saya yang
saat itu sedang makan bareng, ketika saya masih tinggal di Sumatera.
Kini,
saya sudah tinggal di Jakarta, dan gak kerasa sudah 7 tahun menikmati
beragam masakan yang dihadirkan di Ibu Kota tercinta ini. Rendang,
masih menjadi salah satu makanan atau lauk favorit saya sejak dulu.
Untuk anak kos seperti saya, yang jarang masak karena (sok) sibuk
kerja, kuah rendang itu berarti banget lo, meski dagingnya
sudah gak ada lagi alias habis dimakan.
Kenapa ?
Karena Rendang, adalah makanan awet dan hemat. Maksudnya? Ya, rendang adalah salah satu lauk atau makanan yang gak gampang basi meski sampai lewat satu bulan sekalipun, tanpa berubah rasa dan aroma. Semakin lama disimpan, semakin enak rasanya, semakin kering kuahnya semakin asyik, asal rajin aja dipanasin. So, tinggal masak nasinya aja di rice cooker buat pemantap perut tentunya. Karena gak ada nasi, kan gak nendang, ya perut orang Indonesialah, he..he..he.. Langkah selanjutnya, tinggal membeli krupuk di warung. Praktis dan hematkan?
Kenapa ?
Karena Rendang, adalah makanan awet dan hemat. Maksudnya? Ya, rendang adalah salah satu lauk atau makanan yang gak gampang basi meski sampai lewat satu bulan sekalipun, tanpa berubah rasa dan aroma. Semakin lama disimpan, semakin enak rasanya, semakin kering kuahnya semakin asyik, asal rajin aja dipanasin. So, tinggal masak nasinya aja di rice cooker buat pemantap perut tentunya. Karena gak ada nasi, kan gak nendang, ya perut orang Indonesialah, he..he..he.. Langkah selanjutnya, tinggal membeli krupuk di warung. Praktis dan hematkan?
Ini dia : Rendang Tacabiak! |
Ketika bulan puasa
yang baru saja berlalupun, rendangpun masih jadi andalan saya
tuk mensiati lauk praktis ala anak kos, supaya pas sahur gak perlu
lagi kewarteg buat beli lauk. Ya, cukup dengan rendang saja! Nah,
kebetulan daging rendang yang saya beli adalah daging rendang dalam
bentuk kemasan yang sudah di cabik-cabik dagingnya. Jadi, lebih
memudahkan tuk menggigitnya.
Namanya:
Rendang Tacabiak.
Kebetulan
ini kali pertama saya membeli rendang model kemasan, yang saya temui
di acara Festival Wanita wirausaha Femina 2013 kemarin. Dan rendang
yang saya beli adalah Rendang Uni Farah, pemenang Wanwir tahun 2009.
Ceritanya, silahkan baca disini
.
Pose di Stand Rendang Uni farah |
Cuma
sayangnya, meski saya suka rendang, tapi dikeluarga saya, masak
rendang itu barang langka lo.Ya, paling hanya setahun sekali ada
adegan masak daging sapi nan kenyal bersantan pekat itu. Paling pas
moment lebaran, atau gak kalau ada acara keluarga, seperti
arisan misalnya. Baru deh muncul tuh daging sapi yang siapa diolah
jadi rendang. Ya, mungkin karena keluarga saya bukan orang padang
kali ya.
Nah,
karena di keluarga saya jarang masak rendang, otomatis jarang pula
saya memakan rendang. Kecuali kalau lagi pengen, ya, tinggal beli aja
di resto padang . Cuma, kalau beli rendang diwarung/resto padang yang
ada di Jakarta ini, haduh, kok, ya, dagingnya kecil alias mini banget
toh. Tidak seperti sepuluh tahun lalu, ketika saya masih tinggal di
pulau sumatera, persatu irisan dagingnya masih besar, gempal,
dan empuk. Sampe puas deh makannya.
Lah hari gini, kalau beli sepotong rendang, cuma bisa buat dua sampai tiga kali gigitan aja. Trus habis. Tapi harganya, gak sesuai sama porsinya. Yah, untuk ukuran saya yang anak kosan, lumayan mahallah sekitar 8 sampai 11 ribu peririsnya. Tergantung resto Padangnya, juga sih. Kalau restonya sederhana, harganya cuma 8 ribuan, tapi kalau resto Padangnya bagus dan agak elit, biasanya mematok harga 11 ribuan. "Uh, kecilnya daging rendang ini, mentang-mentang BBM udah naik, mentang-mentang bahan kebutuhan pokok pada mahal. Kok, daging rendang jadi korban kebijakan pemerintah juga sih ", gerutu saya kalau pas lagi beli rendang padang.
Lah hari gini, kalau beli sepotong rendang, cuma bisa buat dua sampai tiga kali gigitan aja. Trus habis. Tapi harganya, gak sesuai sama porsinya. Yah, untuk ukuran saya yang anak kosan, lumayan mahallah sekitar 8 sampai 11 ribu peririsnya. Tergantung resto Padangnya, juga sih. Kalau restonya sederhana, harganya cuma 8 ribuan, tapi kalau resto Padangnya bagus dan agak elit, biasanya mematok harga 11 ribuan. "Uh, kecilnya daging rendang ini, mentang-mentang BBM udah naik, mentang-mentang bahan kebutuhan pokok pada mahal. Kok, daging rendang jadi korban kebijakan pemerintah juga sih ", gerutu saya kalau pas lagi beli rendang padang.
Karena harga tak
sebanding dengan ukuran itulah, akhirnya saya jadi jarang deh beli
rendang karena kesal dengan ukurannya yang semakin mengecil. Padahal,
andaikan harganya jadi 15 ribu Atau 20 ribu rupiah per-irispun,
sebenernya gak masalah buat saya, asalkan porsinya benar- benar
sesuai dengan harganya yang 15 ribu itu. Tapi, kalau lagi
kepengen, ya saya beli juga sih, meski harus menahan emosi, karena
melihat harganya yang tak sesuai ukuran itu, hehehe…
Pokoknya
kalau sudah ngerasain rendang, gak akan cukup hanya mencicipi seiris
sajian daging. Pasti pengen nambah lagi. Lezat sih, dan tak ada yang
bisa menandingi kelihaian orang padang kalau sudah meracik bumbu dan
mengolah makanan. Kenapa saya katakan begitu? Karena, saya punya
teman yang punya suami orang Padang. So, karena itu dia jadi sering
memasak rendang. Entah karena dia yang suka, atau emang permintaan
suaminya.
Rendang Kering. Gurih! Sbr foto; disini |
Tapi, berkali kali
saya menyantap rendang buatannya, kok ya berkali-kali juga
kuahnya encer atau gak sekental kuah rendang ala resto padang.
Padahal dia sudah cukup lama menikah dengan suaminya yang orang
padang itu. Tapi, kok belum mahir juga ya masak rendang? Nah, itu lo
maksud saya tadi, kayaknya tak ada yang bisa menandingi kelihaian
orang padang asli, kalau sudah berurusan dengan masak rendang, dan
masakan padang lainnya.
Rendang sedang dimasak..ehmm..ngilernyoo. Sbr foto;disini |
Tapi,
apapun itu, sebenarnya walau kuah rendangnya encer, seperti buatan
teman saya, ya, tetap saya sikat juga sih. Karena rasanya tetep enak
kok, walau memang sih, kalau boleh meminjam istilah baru dari
penyanyi Syahrini, gak terlalu cetar banget. dan gak seenak
kalau orang padang asli yang masaknya. He..he..he.. Gak tau ya, apa
ini hanya penilaian saya saja, atau mungkin beberapa teman yang lain
juga ngerasain hal yang sama?
Eh,
waktu tau kalau rendang didapuk sebagai makanan terenak nomor satu
didunia versi CNN, bersanding dengan 50 makanan terenak
lainnya dari berbagai belahan dunia, yang dipublikasikan tahun 2011
lalu, ya banggalah saya sebagai orang Indonesia yang punya rendang
dan pernah menyantapnya. Dalam hati, "Wow, hebat sekali, gak
rugi deh saya suka makan rendang dan kuahnya yang pekat itu, karena
rupanya tak hanya orang Indonesia yang suka rendang, tapi warga dunia
pun menyukainya".
Ya,
berjuta bumbu yang meresap dalam rendang, membuat banyak orang
suka dengan daging sapi empuk dan berkuah santan nan kental itu.
Rendang nongrong diposisi pertama. Ah, sedaaapp! Sbr foto: disini |
Ehm, saya jadi
teringat, empat tahun lalu, dua hari setelah Idul adha, saya
dibawakan rendang oleh teman kantor, karena dia tau saya
anak kos. Ketika itu saya bilang, ”Lumayan, saya jadi hemat buat
beli lauk”, dengan ekpresi girang tentu. Cuma satu hari saja saya
"selesaikan" daging rendang pemberian teman saya itu. Dihari berikutnya, ketika tinggal tersisa kuahnya saja, saya
langsung pergi kewarung mencari jodohnya rendang : krupuk! Beres
deh.!
No comments
Hai,
Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..