Ilustrasi (Sbr foto detik.com) |
Ketika
sore, Jakarta macetnya ampun-ampunan.
Kalau
di sore itu turun air dari langit, wah, kemacetan pun akan bertambah
plus-plus.....
Dari
yang merayap, jadi mandek. Yang tadinya melata jadi berhenti sama
sekali. Jalur busway pun jadi pelarian bagi warga yang ingin terlepas
dari kungkungan kemacetan atau tak sabar ingin melaju supaya cepat
sampai ditempat tujuan.
Meski mereka tau itu melanggar peraturan. Mereka juga tahu, konsekewensinya kalau ada petugas. Ditilang!
Apalagi sekarang sedang gencar-gencarnya razia zebra bagi yang pengendara masih bandel masuk jalur busway. Denda, cuy! Sekitar 200-500 ribuan mesti keluar duit. Dan itu akan disidangkan beneran di meja hijau lo. Ada pak hakimnya juga, bahkan. Merepotkan sekali, bukan? Kalau gak mau repot, ya jangan melanggar. Gampang, toh..? Tapi, ya mau gimana lagi... itulah salah satu dampak dari kemacetan. Orang akan bertindak salah jadinya. Trotoarpun jadi sasaran pengendara tuk melintas dilajur itu. Padahal, jelas-jelas itu adalah hak pejalan kaki, bung!
Meski mereka tau itu melanggar peraturan. Mereka juga tahu, konsekewensinya kalau ada petugas. Ditilang!
Apalagi sekarang sedang gencar-gencarnya razia zebra bagi yang pengendara masih bandel masuk jalur busway. Denda, cuy! Sekitar 200-500 ribuan mesti keluar duit. Dan itu akan disidangkan beneran di meja hijau lo. Ada pak hakimnya juga, bahkan. Merepotkan sekali, bukan? Kalau gak mau repot, ya jangan melanggar. Gampang, toh..? Tapi, ya mau gimana lagi... itulah salah satu dampak dari kemacetan. Orang akan bertindak salah jadinya. Trotoarpun jadi sasaran pengendara tuk melintas dilajur itu. Padahal, jelas-jelas itu adalah hak pejalan kaki, bung!
Ehm..tapi,....kalau
anda menggunakan kendaraan pribadi ditengah kemacetan itu, paling
tidak ada hiburan musik yang bisa dan putar dari tape /radio mobil.
Bisa pula sambil nonton TV (bagi yang punya fasilitas TV dimobilnya). Bahkan, bisa bercengkrama dengan teman
yang duduk disebelah, jika sedang ada teman atau keluarga yang
menemani.
Tapi,
buat yang naik kendaraan umum.....haduuh,.....
Udah
macet, cet..cet..., berdiri desak-desakan di bus, bisa saja pingsan
karena lama berdiri, plus juga ancaman kecopetan. Ditambah pula bau
semerbak dari aroma tubuh para penumpang bus yang biasanya kalau
disore hari, ah, keringat sedang banyak-banyaknya
mengucuur..cur..cur...
Belum lagi jika rasa haus dan lapar mendera sampai perut berbunyi kriuk kriuk. Namun, mau beli makanan dimana...? Sementara lokasi yang dituju masih jauuuh. Mau stop dulu diwarung gitu..? Trus... setelah kenyang, nyambung lagi naik angkutan yang lain..? Walah, tambah lama nyampenya, nduk. Lebih parah lagi kalau tiba-tiba kebelet mau pipis atau BAB..? Woalah....mesti ditahan-tahanin, tuh, sampe muka memerah. Eh,
ada penumpang yang rewel pula misalnya. Haduh, komplit sekali rasanya
penderitaan kalau naik angkutan umum dan menikmati perjalanan di
ibukota kala sore hari.
Trus...?
Apalagi...? Ada alasan-alasan lain yang lebih bikin ngenes lagi..???
Beruntunglah
saya, ketika di sore hari yang memacetkan dan sumpek sekitar jam
17.00-20.00-an itu, posisi saya justru masih asyik di kantor.
Menyelesaikan pekerjaan, ketak-ketik komputer sambil browsingan,
berinteraksi dengan teman kerja, chatingan dengan teman yang nun jauh
disana melalui jejaring sosial, diam-diam diselingi dengan
ngetak-ngetik blog seperti saat ini, hiihih, bahkan sambil
mendengarkan musik dan nyanyi-nyanyi pula. Gak pake cembetut karena
mesti harus nahan hati berdiri berjam-jam atau desak-desakan dalam
angkutan umum, sambil memandangi mobil berjejer yang tak
bergerak-gerak dari jendela bus. Beuh..,...sungguh membuat emosi jiwa
menggelora.
Asyiknya
lagi, di sore hari yang bikin sebagian orang menahan amarah karena
nahan hati akibat kemacetan, saya malah bisa mengambil jam istirahat
(kebetulan saya masuk kerja shift malam) untuk sekedar nongkrong
sebentar, catet ya, cuma sebentar, di cafe kantor. Menyeruput teh
manis panas sambil memesan semangkuk mie instan berkuah, plus pisang
panggang yang menggoda iman. Ah, saya berasa paling happy sedunia,
hehehe...
Apalagi,
kalau menyantap makanan/minuman yang mengeluarkan asap itu kala hujan
deras yang turun di sore hari yang membasahi seputaran lokasi kantor
tempat saya berada, seperti beberapa hari lalu. Ahaaaay...nikmatnya
berdobel-dobel, cuy. Ya, gimana gak, dengan suasana hujan di jam sore
seperti itu, udah pada tau semua dong, kalau yang namanya kemacetan,
pasti sedang tingkat stadium 7 kalee. Saking parahnya. .!
Duh, susah merangkai kata-katanya seperti apa tuk mengungkapakan suasana kemacetan kalau sore tlah berpadu dengan hujan itu. Sementara, saya, jam segitu, malah duduk santai mengunyah makanan sambil bercengkrama. Tak kehujanan sama sekali. Apalagi terjebak kemacetan. Ulalala, betapa beruntungnya. Tengs God.
Duh, susah merangkai kata-katanya seperti apa tuk mengungkapakan suasana kemacetan kalau sore tlah berpadu dengan hujan itu. Sementara, saya, jam segitu, malah duduk santai mengunyah makanan sambil bercengkrama. Tak kehujanan sama sekali. Apalagi terjebak kemacetan. Ulalala, betapa beruntungnya. Tengs God.
Semangkuk mi hangat dan pisang bakar.. di hujan yang membasahi sore, ah.. |
Ya,
syyuumringah sekali rasanya, saat itu, saya justru tak terjebak
kemacetan plus-plus akibat hujan. Malah berleha-leha ngobrol sama
teman kantor di teras cafe, sambil melihat lalu lalang kendaraan yang
melintas dan menikmati rintikan air yang turun dari langit itu. Juara
rasanya, hehehe.....
Hujan sore membasahi halaman kantorku |
Tapi....
Meski
jam segitu saya asyik-asyikan di kantor, bukan berarti saya tak pernah
merasakan kemacetan dan kegerahan di dalam angkutan umum di jam
segitu. Pernah, lah, pastinya. Jangan ngaku pernah hidup di Jakarte,
kalau gak pernah ngerasain yang namanya kedongkolan karena kemacetan
yang menjijikkan itu. Karena saya pernah mengalami hal itulah, sering
malah, makanya saya bisa menulis hal ini. Saya tau sekali perasaan
orang-orang yang ada dalam angkutan umum ketika jam-jam sore hari
yang “menakutkan” itu.
Saking
empetnya hati ini sama yang namanya macet, saya pernah bikin status
di FB begini : “Melihat kemacetan di jalan raya, ditengah
kegerahan dan berdesakan berdiri dalam bus kopaja, rasanya saya ingin
menjambak-jambak rambut wanita yang ada disebelah saya. Arrggghhhh..”
Begitulah kira-kira bunyi statusnya. Beneran, lho. Hasrat hati
saya ingin sekali menjambak rambut panjang milik seorang wanita paruh
baya yang berdiri disebelah saya, sambil bergantungan di bus yang
jelek itu. Ya, saking pengennya melampiaskan rasa kesal bin jengkel
dalam hati ini, karena kemacetan yang tak kunjung usai. ...oh....
Bahkan
di era kepemimpinan Fauzi Bowo, ada dua orang pengacara yang
mengirimkan tuntutan untuk Pemprov DKI, yang dinilai tak
bertangunggungjawab terhadap kemacetan Jakarta. Seakan pemerintah
membiarkan saja hal ini terjadi, tanpa ada penyelesaian. Padahal,
banyak dampak yang dirasakan dan dihasilkan warga Jakarta akibat hal
ini. Bukan, hanya rugi secara waktu dan rupiah gegara boros bahan
bakar, tapi juga mempengaruhi kondisi psikis seseorang. Iya, lho
setiap hari di sodori kemacetan seperti itu, siapa yang gak stres.
Duh.. duh....saya geram, bung!
Ehm.....saya
jadi teringat seloroh teman satu kosan saya beberapa waktu lalu,
yang pernah ngecengin saya. Dia bilang, selama saya ngekos dekat area
kantor tempat saya bekerja, maka saya tak akan menikmati suasana
jalan atau melihat pemandangan lain, kecuali dari kos ke kantor.
Kantor, balik lagi ke kos. Begitu seterusnya, heheheh. Sementara,
teman saya itu, setiap hari menuju kantornya yang berjarak puluhan
kilo dari kosan kami, dengan menggunakan kendaran roda dua. Dengan
jarak sejauh itu, tentu ia bisa menikmati suasana jalanan, cuci mata
melirik cowok ganteng yang ada didalam mobil sedan berkaca gelap,
bisa meniru gaya dandan anak-anak kantor yang kerja di daerah
Sudirman, atau melihat tingkah laku aneh orang dijalanan, dan lain
lain. Hingga ia merasa puas bisa melipur lara dirinya sendiri,
hihihihi....
Ya,
emang, sih, posisi jarak antara rumah kos dan kantor saya sangat
berdekatan sekali. Cuma perlu waktu tempuh 3 menit aja, eh udah
nyampe. Jadi, sepanjang perjalanan yang saya lalui tuk menuju dua
lokasi itu, ya hanya itu-itu saja yang saya lihat. Angkot ngetem
disimpang jalan antara kos dan kantor saya. Warung-warung kecil
berjejer, pangkalan ojek, gerobak -gerobak pedagang kali lima, yang
orang-orangnya, ya itu-itu juga, hehehe....
Tapiiiiiii....melihat
keadaan lalulintas Jakarta yang begitu aje gile setiap harinya,
apalagi diwaktu pagi sekitar jam 7 mpe jam 9, kemudian jam 5 mpe jam
8 malem, widiiiih...saya mah mending milih tinggal diseputaran kantor
aja kali. Yang gak pake lama didalam perjalanan. Gak pake berebutan naik angkot dan desak-desakan pula. Trus, mesti berburu waktu
supaya tepat waktu nyampe kantor, biar gak diomelin bos. Dan
masih banyak lagi alasan saya tuk ngekos didekat lokasi kantor saja.
Ya, daripada saya tua di jalan dan stres sempoyongan, karena macetnya
Jakarta yang emang tiada ampun itu.
Gak tau deh, gimana menyelesaikannya. Sudah banyak cara pemerintah tuk mengatasi masalah ini. Mulai dari pengadaan Trans Jakarta, yang diharapkan agar pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi berbahan bakar gas ini. Tapi, tetap gak mempan! Jalur Three in one aja, apa kabarnya..? Juga gak bisa menguasai deru laju kendaraan yang melintas.
Gak tau deh, gimana menyelesaikannya. Sudah banyak cara pemerintah tuk mengatasi masalah ini. Mulai dari pengadaan Trans Jakarta, yang diharapkan agar pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi berbahan bakar gas ini. Tapi, tetap gak mempan! Jalur Three in one aja, apa kabarnya..? Juga gak bisa menguasai deru laju kendaraan yang melintas.
Mau
melarang orang tuk beli mobil atau motor...? Yaelah...gak bisa juga
kalee. Wong itu hak mereka, kok. Yang punya duit mereka. Yang kerja
keras tuk mendapatkan kendaraan yang mereka idam-idamkan, ya mereka
juga. Gimana dong...? Anda sendiri..? Mau gak kalau dilarang beli
kendaraan? Dengan alasan, akan menambah kemacetan dijalan raya
tercinta ini. Padahal, itu uangnya emang sudah disiapkan sejak lama
dari hasil tabungan bertahun-tahun, misalnya.. Mau gak dilarang?
Nah,
Ide baru lainnya tuk mengurai kemacetan adalah penerapan plat
kendaran ganjil genap, yang entah kapan akan dimulai, dan sistem ERP
atau Elektronik Road Pricing, yang juga masih dimatangkan lagi. ERP
atau Jalan berbayar elektronik
atau adalah pungutan bagi kendaraan-kendaran yang melintas
dijalan-jalan/ tempat tertentu dengan cara membayar secara
elektronik. Sampai pembangunan
monorail yang sempat tertunda bertahun-tahun, tapi, syukurlah sekarang
sudah dalam tahap pembangunan.
Jujur,
hati kecil saya, mengatakan, meski nantinya Ibu kota Indonesia ini
sudah terbangun yang namanya monorail, gerbong keretapi ditambah,
armada Trans Jakarta juga diperbanyak, ERP dan sistem plat ganjil genap sudah direalisasikan, kok ya saya gak yakin Jakarta
akan sedikit sepi ketika jam sibuk atau jam tak sibuk. Entahlah,
sepertinya, ada benang kusut didalamnya yang memang harus diluruskan
dan dicari akarnya, supaya gak kusut lagi. Tapi, tentu itu bukan hal
yang mudah.
Meski
begitu, ya kita tetap harus optimis, lah, ya. Mudah-mudahan saja
prediksi saya ini salah, hehehe...
Yang
pasti...kalau gak penting-penting amat, saya hindari deh yang namanya
keluar rumah, apalagi memakai kendaraan umum di jam-jam sibuk, kalau
ujung-ujungnya akan berhadapan dengan monster bernama macet. Kalau
memakai kendaraan pribadi milik teman atau kantor, sih, masih mending
ya. Paling tidak, kalau lagi mandek, kita bisa tidur-tiduran di sofa
kursi mobilnya, hihihihi.. Iya, dong, kalau dikendaraan umumkan susah
mau merebahkan badan.
Nah.....daripada
emosi saya menggelora dan ingin menjambak rambut orang, mending
jalan-jalan disekitar tempat tinggal aja, deh. Hemat ongkos, dan polusi yang dikeluarkanpun tak banyak. Itu artinya kita sudah ramah lingkungan. Atau, lebih kece lagi, bisa saja tuh kita naik sepeda sebagai tansportasi tuk menuju mall, kerumah teman atau kekantor. Gak perlu malu. Karena udah banyak, kan komunitas pesepeda yang setiap hari kekantor dengan menggoes kendaraan tanpa bahan bakar ini.
Kalau saya, sih, malah menggunakan kedua kaki yang jenjang ini tuk jalan kekantor, hahaha. Ya, karena jarak antara rumah dan tempat saya nyari duit, cuma seratus meter doang.. Sesuatu banget..
Ehm, meski begitupun.....terkadang, tetap susah tuk menghindari dari yang namanya macet. Tapi, untunglah saya masih bisa menghindari tangan ini tuk menjambak rambut orang!
Kalau saya, sih, malah menggunakan kedua kaki yang jenjang ini tuk jalan kekantor, hahaha. Ya, karena jarak antara rumah dan tempat saya nyari duit, cuma seratus meter doang.. Sesuatu banget..
Ehm, meski begitupun.....terkadang, tetap susah tuk menghindari dari yang namanya macet. Tapi, untunglah saya masih bisa menghindari tangan ini tuk menjambak rambut orang!
Pengennya setiap sore hari, wajah saya selalu ceria seperti ini. TITIK! |
No comments
Hai,
Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..