Jus Alpukat dan Pesawat


"Mau minum apa mbak, Jus orange atau jus berry...?" Seorang perempuan muda tinggi semampai menawari saya minuman dengan ramah ketika sedang dalam perjalanan udara.

"Saya mau jus alpukat, mbak!" jawab saya pede dan mantap.
"Oh, gak ada mbak jus alpukat. Atau, mbak mau susu?” Jawab wanita berseragam biru itu sambil menatap saya heran, mungkin menahan tawa juga, ya..hahaha. 

Tapi, meski permintaan saya konyol, ia masih berdiri disamping kursi saya, masih memegang tatakan cangkir dan minuman kotak ukuran besar. Wanita berusia sekitar 24 tahun itupun, masih bersabar menunggu pilihan minuman apa yang akan saya pinta,  setelah jus alpukat dinyatakan tidak tersedia.. :D

Setelah mikir sebentar dan rada malu dikit, sambil memegang roti isi daging yang sudah saya terima sebelumnya dari si mbak pramugari, saya menentukan pilihan.

"Ya, sudah, kalau begitu, jus orange aja mbak”, ( akhirnyaaaaa…  :D)

Minuman berwarna kuning itupun, segera dituangkan ke dalam gelas dan diberikan kepada saya.

Kakak perempuan saya, yang duduk disebelah saya langsung mencuil lengan saya, setelah sang pramugari meninggalkan jejeran kursi kami. “Kamu ada-ada saja sih, mana ada di pesawat jus alpukat, gimana mereka mau ngeblendernya?”

Hahahha, saya langsung nyengir. Iya, ya, mana ada di pesawat nyediain jus alpukat, emangnya food court, yang segala macam makanan dan minuman tersedia, hihihi…




Sebelumnya, waktu mencari tempat duduk, saya minta diarahkan oleh mbak Pramugarinya, kira-kira nomor kursi saya ada dimana, ya? Kalau gak salah, waktu itu, saya bersama kakak mendapat jejeran kursi nomor 12-an deh. 

Begitu tau posisi saya persis di samping jendela, ah, rasanya seneng bingittss. Yes! Saya bisa leluasa melihat pemandangan alam dari samping jendela. Tapi, ketika pesawatnya hendak take off dari landasan pacu, kan kecepatannya kencang bingit bro, serasa jantung saya ikutan berlari juga, adrenalinpun berpacu kencang. Deg-degan manja deh.

Pas pesawatnya udah separuh naik, ngeliat kebawah takut......takut jatuh. Namun, rasa itu pudar (kayak lagu Rosa) ketika si burung terbang yang akan membawa saya ke Jakarta kala itu, sudah berada di ketinggian normal. 

Saya bisa melihat pemandangan indah dari atas. Kata orang, kalau melihat mobil di jalanan dari atas pesawat, kayak melihat semut, lo. Eh, bener saja. itu mobil kayak semut yang lagi lari-lari berebut mangsa. Rumah-rumah kayak kotak-kotak, dan jalanan atau sungai, kayak uler.. Duh senangnya. Maklum, baru pertama kali naik pesawat, masih norakss, hahahaha..

Itulah cerita kekonyolan saya ketika baru pertama kali naik pesawat yang mengantarkan saya menuju Jakarta, sekitar 12 tahun lalu. Yup, moment pertama kalinya terbang bersama burung besi, selalu terus saya ingat. Bagaimana ketika laju pesawat begitu kencangnya saat hendak lepas landas meninggalkan daratan, bagaimana rasanya melihat pemandangan darat dari atas langit, hingga akhirnya pesawat menghentakkan rodanya ke landasan dengan manja, penanda bahwa kami telah sampai ke kota tujuan, termasuk kisah konyol “jus alpukat” yang rasanya bikin saya jadi langsung nyari blender, trus belanja alpukat sekarung. 


Siap-siap mau terbang manjah :D

Btw, bisa terbang ke suatu tempat bersama burung besi itu, adalah salah satu impian saya sejak zaman SMU dan kuliah.  Kala itu, kalau melihat pesawat melintas di atas atap rumah, berharap dalam hati, “Kapan ya saya bisa naik pesawat?”  Alhamdullilah, kesampean mas bro.

Kalau Anda, apa hal norak, lucu, kaget atau takjub, saat pertama kali naik pesawat? Hayo apa hayo...?

Nasi, Lauk, Jangan Mubazir, dong!

Saya paling sebal melihat orang yang sering tidak menghabiskan nasi. Kadang disisain sesendok di pinggir piringnya, malah ada yang cuma menyantap setengah piring saja. Trus, yang setengah itu, ya dibuang, dengan alasan sudah kenyang atau apalah. Mbok ya, kalau merasa perut sudah agak penuhan, ngambil nasinya sedikit-dikit aja toh, biar gak kebuang.

Ada lagi yang beralasan, lauk dalam piringnya udah habis, jadi gak ada rasa atau gak enak kalau makan nasinya doang. Alhasil, nasinya ditinggalin begitu saja. Kasihan atuh ngelihat nasinya.


Pun, dengan orang yang suka masak lauk atau nasi berlebihan, sehingga tak semuanya termakan dan jadi basi. Kalau setiap masak selalu dalam porsi yang banyak, sementara yang makan hanya 2 atau 3 orang saja, gimana gak terbuang? Teringat kata-kata Almarhum Uwak saya: ‘Masaklah sesuai dengan jumlah anggota keluarga, supaya gak mubazir”

Banyak sekali orang yang ngirit masak beras, hanya supaya kebutuhan makan mereka sehari-hari tercukupi. Kata teman kuliah saya dulu ”Coba kalau butiran-butiran nasi yang terbuang tadi, dikumpulkan bersamaan dengan orang-orang satu provinsi, yang juga membuang butiran nasinya, sudah berapa banyak nasi yang terkumpul? Dan itu sudah bisa untuk makan beratus-ratus orang?” 


Bukan hanya soal nasi saja yang bikin saya kesal. Melihat orang menumpahkan saos atau sambal yang berlebihan, lantas tak dihabiskan, duh!


Pun, misalnya, saat mengambil lalapan ketika makan di restoran sunda. Ciri khas resto sunda itu, biasanya lalapan ditaruh di tempat khusus dan konsumen diperbolehkan mengambil sebebasnya. Nah, karena bebas, bukan berarti mesti serakah dan gak kira-kira dunk. Sering saya melihat banyak lalap yang tak termakan dan terbuang ketika sang tamu resto sudah meninggalkan tempatnya. 

Restoran Sunda tempat langganan saya itupun, menempel tulisan di dinding, persis di atas tempat wadah besar lalapan dan sambal, bunyinya: “Tolong mengambil lalap dan sambal secukupnya.” 

Nah, karena saya kekeuh dalam hal ini, maka saya selalu bersikap tegas dan cerewet kepada teman terutama keponakan. Keponakan saya nih,  sering tak menghabiskan makanannya. Saya pun akhirnya ngedumel. Waktu kecil dulu, mereka kadang takut dengan omelan saya, setelah diomelin, barulah dihabiskan makanannya, hahaha....

Karena galak, saya pun disebut tante cerewet oleh keponakan. Ya, gak apa-apa, kan cerewetnya dalam hal yang positif. Iya, toh?

Kalau Anda, suka cerewet dalam hal apa?